Salin Artikel

Besaran Tunjangan DPRD Bandung Barat Disorot, Pengamat: Jomplang, Harus Dievaluasi

BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Besaran tunjangan anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) menjadi sorotan publik karena dianggap jauh dari realitas sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Ketua DPRD KBB diketahui menerima tunjangan perumahan sebesar Rp 50.588.000 per bulan berdasarkan Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor 1.3.3.2/Kep yang diterbitkan pada Januari 2025.

Wakil Ketua DPRD memperoleh Rp 45.882.000 per bulan, sedangkan anggota dewan menerima Rp 43.529.000.

Nominal tersebut dinilai fantastis karena jika dibandingkan dengan rata-rata penghasilan masyarakat Bandung Barat yang masih berada di kisaran Rp 3–5 juta per bulan, jaraknya sangat mencolok.

Selain tunjangan rumah, setiap anggota DPRD KBB juga mendapat tunjangan transportasi sebesar Rp 17.400.000 dan tunjangan komunikasi senilai Rp 14.700.000.

Dengan akumulasi itu, total tunjangan anggota DPRD bisa mencapai Rp 75.629.000 per bulan, belum termasuk tunjangan lain yang melekat maupun tambahan lain sesuai aturan.

Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi, Arlan Sidhha, menyebut adanya disparitas tajam yang perlu segera dievaluasi.

"Kalau kita lihat angka-angkanya, memang harus ada evaluasi. Ini terlalu jomplang," kata Arlan.

Menurutnya, meski tunjangan tersebut sah secara regulasi dan disesuaikan dengan kemampuan daerah, tetap diperlukan kajian mengenai idealitas dan kesesuaian dengan kondisi ekonomi masyarakat setempat.

"Jangan sampai seolah-olah ini hal biasa. Karena sudah jelas itu hal besar bagi masyarakat. Jadi harus ada narasi yang masuk akal kepada publik. Tunjangan besar bisa diterima masyarakat kalau komunikasinya jelas," tegasnya.

Arlan menilai persoalan bukan semata soal besar kecilnya tunjangan, melainkan ketimpangan antara kinerja dengan penghargaan yang diterima DPRD.

"Kalau masih banyak jalan rusak, pendidikan belum memadai, dan pelayanan kesehatan buruk, lalu DPRD menerima tunjangan sebesar itu, tentu wajar masyarakat marah," ujarnya.

Ia menekankan bahwa penilaian kelayakan tunjangan harus dilihat dari konteks daerah secara menyeluruh, termasuk sejauh mana peran DPRD dalam mengawasi program pemerintah.

"Kalau semua program berjalan baik dan masyarakat merasa terlayani, maka besar kecil tunjangan bisa dimaklumi. Tapi jika tidak, maka itu jadi masalah besar," kata Arlan menambahkan.

Ia juga menyarankan DPRD untuk tidak hanya berlindung pada aturan, melainkan aktif membangun komunikasi politik yang terbuka dengan masyarakat.

"Publik itu bukan tidak paham. Mereka hanya ingin keadilan dan transparansi. Kalau dijelaskan dengan baik, mungkin mereka akan menerima, meskipun nilai tunjangannya besar," ujarnya.

Namun, tingginya tunjangan ini juga dikhawatirkan bisa memicu kecemburuan sosial di tengah jurang kesenjangan ekonomi yang masih lebar.

Terlebih, jika narasi publik yang berkembang menggambarkan para legislator minim kontribusi, jarang hadir di rapat, dan hanya terkesan formalitas.

Arlan pun mengingatkan pentingnya evaluasi, terutama terkait tunjangan perumahan yang dinilai terlalu besar.

"Kemendagri sebenarnya sudah memberi arahan agar tunjangan-tunjangan itu dievaluasi. Ya lakukan itu agar disparitas ini tidak terus melebar," pungkasnya.

Penjelasan Ketua DPRD

Sebelumnya, Ketua DPRD Bandung Barat, Muhammad Mahdi menegaskan, pihaknya siap mengikuti aturan jika memang tunjangan anggota dewan perlu direvisi.

"Kami mengikuti aturan di atas saja. Kami enggak bisa menentang aturan. Masalah cukup atau tidak, gimana kami bersyukur aja,” kata Mahdi saat ditemui di Padalarang pada Senin (1/9/2025).

Pernyataan ini muncul di tengah kritik publik mengenai besaran tunjangan yang dianggap tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat Bandung Barat yang masih timpang.

Mahdi mengakui bahwa tunjangan yang diterima anggota DPRD Bandung Barat bervariasi dan tidak semewah tunjangan di dewan pusat.

"Beda-beda. Tergantung yang pasti tidak seperti di dewan pusat. Intinya kalau tunjangan itu dihilangkan dan jadi aturan, kenapa tidak," ujar Mahdi.

Ia juga meminta seluruh anggota DPRD Bandung Barat untuk menjaga sikap dan ucapan agar tidak memperkeruh suasana serta melukai perasaan publik yang sensitif terhadap isu kesejahteraan pejabat.

"Kami mengimbau kepada teman-teman untuk tidak memberikan statement yang justru melukai masyarakat. Berkata dengan perkataan yang baik. Kalau tidak bisa, mending diam. Kita di KBB juga menjaga itu," tuturnya.

https://bandung.kompas.com/read/2025/09/12/174954078/besaran-tunjangan-dprd-bandung-barat-disorot-pengamat-jomplang-harus

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com