Salin Artikel

KTNA Tak Mungkiri Utang Petani di Indramayu Hampir Rp 1,5 Triliun

INDRAMAYU, KOMPAS.com - Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, tak memungkiri utang petani di Kabupaten Indramayu yang mencapai hampir Rp 1,5 triliun.

Soal utang itu awalnya dibongkar oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Institut Agama Islam (IAI) Pangeran Dharma Kusuma berdasarkan data yang mereka dapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan "Kabupaten Indramayu dalam Angka 2025".

Tercatat bahwa sektor pertanian, perburuhan, dan kehutanan memiliki utang pada bank umum sebesar Rp 1.493.558.170.494 pada tahun 2023.

Sutatang menjelaskan, saat pemerintah membuat program Kredit Usaha Rakyat (KUR), banyak petani yang mengajukan program tersebut, termasuk program-program lainnya yang dibuat khusus untuk petani oleh berbagai perusahaan BUMN.

Uangnya kemudian digunakan untuk modal usaha tani, gadai sawah, sewa sawah, keperluan usaha lain, dan lain sebagainya.

"Jadi, kemungkinannya iya mendekati benar. Jadi, saat mengajukan pinjaman itu kan ada verifikasi, ya, ternyata saat diverifikasi memang mayoritas petani itu punya utang, artinya punya tunggakan hampir semua," ujar dia saat dikonfirmasi Kompas.com lewat sambungan seluler, Senin (15/9/2025).

Sutatang pun tidak memungkiri bahwa utang ini juga dilakukan oleh para petani yang berada di bawah naungan KTNA Indramayu.

Penyumbang utang terbesar biasanya adalah petani yang sewa atau gadai lahan ke tuan tanah, sebagian lagi digunakan untuk modal operasional memulai tanam hingga saat panen raya.

Adapun program-program untuk kesejahteraan petani yang diberikan pemerintah, menurut dia, belum bisa sepenuhnya menjawab persoalan petani karena lebih seputar bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), benih, hingga pupuk bersubsidi.

Sisanya, petani harus mengeluarkan modal sendiri yang total biayanya juga tidak sedikit.

"Kaya untuk bayar sewa tanah, pupuk juga walau subsidi kan tetap harus beli, lalu untuk bayar yang lainnya, macam-macamlah dari tanam sampai panen itu bayar semua," ucapnya.

"Sementara pemerintah cuma bantuan benih, alsintan juga terbatas, kecuali kalau alsintan itu dikasih satu-satu ya untuk petani," ujar dia.

Di sisi lain, kata Sutatang, KTNA tidak bisa melarang petani yang hendak utang karena menyangkut keberlangsungan petani dalam mencari nafkah.

"Kami paling menyarankan, dari pada utang ke renternir, lebih baik utang ke bank karena bunganya lebih rendah," ujar dia.

Di sisi lain, kabar baiknya, kata Sutatang, harga gabah petani saat ini sedang tinggi, walau alami penurunan dari Rp 8.000 menjadi Rp 7.700-7.800 per kilogram.

Harga itu masih di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.500 per kilogram.

Sutatang menjelaskan, dengan harga tersebut, petani bisa menutupi modal tanam yang besar.

Ia mencontohkan, biaya produksi untuk satu hektar sawah bisa memakan modal rata-rata sekitar Rp 15 juta.

Belum lagi kendala seperti hama dan lain-lain sehingga perlu biaya lebih besar.

Sementara satu hektar sawah, kata dia, bisa menghasilkan sekitar 7 ton gabah, kemudian dikali harga Rp 7.700 saat ini sehingga petani bisa meraup omzet sekitar Rp 53 juta per hektar.

Sutatang menegaskan, keuntungan tersebut didapat catatan jika hasil panen raya petani bagus dan harga gabah sedang tinggi.

Utang Petani

Opih Riharjo (39), petani asal Desa Mundak Jaya, Kecamatan Cikedung, turut membenarkan bahwa petani punya utang di bank.

Nominalnya pun bervariasi tergantung yang diajukan oleh masing-masing petani.

"Saya juga sama, punya utang ke bank, termasuk teman-teman petani yang lain," ujar dia.

Menurut Opih, utang yang diajukan tersebut lebih kepada kebiasaan petani yang ingin memperluas lahan garapan mereka.

Untuk modal tani, sebagiannya saja karena biasanya petani sudah mempersiapkan modal sebelum musim tanam tiba.

Selain itu, banyak pula warga yang kesulitan mencari lapangan pekerjaan sehingga memutuskan terjun menjadi petani.

Untuk modalnya, mereka pinjam ke bank guna keperluan gadai atau sewa sawah.

"Banyak di desa saya seperti itu, karena sulit cari kerja jadi pinjam ke bank buat gadai atau sewa sawah lalu dia garap. Jadi, ini trik mereka karena daripada jadi buruh yang kerja di sawah orang, lebih baik sewa dan garap sendiri," ujar dia.

https://bandung.kompas.com/read/2025/09/15/143718578/ktna-tak-mungkiri-utang-petani-di-indramayu-hampir-rp-15-triliun

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com