Salin Artikel

Ironi Keracunan Massal Cipongkor: Guru Pun Tumbang Usai Cicipi Menu MBG...

BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Suara oksigen mendesis pelan dari tabung-tabung hitam yang berjajar di sudut posko darurat.

Bau obat, peluh, dan kecemasan bercampur jadi satu, menempel di dinding aula Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, yang kini berubah fungsi: bukan lagi ruang birokrasi, melainkan rumah sakit darurat tanpa sekat.

Di ranjang lipat tipis, tubuh-tubuh remaja tergeletak, sebagian meringkuk di balik selimut warna-warni.

Sementara itu, seorang guru pun kini ikut rebah.

Ironi itu terasa pahit, yang mestinya jadi penjaga justru ikut jadi pasien.

Seolah ada satire dari langit, program yang bernama Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diharapkan menjadi gizi bagi masa depan, justru menghadiahkan pusing, mual, hingga trauma bagi mereka yang mencicipinya.

Nama Cep Lucky Andalusi, seorang guru MTS Syarif Hidayatulloh, ikut tercatat dalam daftar panjang korban.

Ia bukan sekadar mencicipi, ia menelan menu dalam paket MBG dengan niat mulia: mengecek keamanan hidangan sebelum murid-muridnya makan.

Sayangnya, niat baik itu malah berbalik arah.

"Kemarin terasa mual pusing dan mual di ulu hati, tetapi tidak muntah. Akhirnya ke sini. Kerasanya kemarin. Sekolah suami dapat MBG sekitar sudah sebulan setengah. Dari kemarin sudah mengeluh pusing,” kata Nurul Kholipah, istri Lucky, saat ditemui di GOR Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat, Kamis (25/9/2025).

Nurul sendiri bukan orang luar dari peristiwa ini. Dia juga seorang guru di MA Syarif Hidayatulloh.

Bahkan, ia pun mencicipi piring MBG, meski tubuhnya masih mampu bertahan dengan sedikit pusing yang ditahannya dengan obat warung.

Ada ironi berlapis di sini, guru yang mestinya jadi garda depan pendidikan, malah ikut tumbang bersama murid-muridnya.

Bukankah ini seperti kapten kapal yang ikut terjerembap ke laut ketika ingin memastikan anak buahnya selamat dari badai?

"Sekolah saya 80 persen kena keracunan. Jadi, sekolah Syarif Hidayatulloh kan ada jenjang PAUD-MA. Saya Alhamdulillah rada pusing, cuma sudah kasih obat, ditahan saja,” ucap Nurul.

Hentikan Dulu...

Namun, getir itu terasa jelas.

Bayangkan, delapan dari sepuluh siswa tak berdaya, dan kini sang guru pun tak lagi tegak di depan kelas, melainkan terbaring di ranjang darurat.

Pemandangan di aula Cipongkor lebih mirip barak pengungsian ketimbang ruang pemulihan kesehatan.

Dari pantauan KOMPAS.com, terlihat ranjang lipat berjejer rapat, sebagian diisi siswa yang masih berusaha membuka mata, sebagian lain hanya bisa diam dengan selang infus menancap di tangan.

Orang tua mengusap kening anak mereka, berharap panas segera turun.

Relawan berseliweran, mencatat nama korban, menyiapkan obat, dan memeriksa oksigen.

Di salah satu sudut, terlihat seorang ibu duduk di samping ranjang, menatap anaknya yang tertidur lemah berselimutkan kain tipis warna merah.

Tatapannya kosong, seperti hendak bertanya kepada siapa nasib ini harus diadukan.

Dari balik posko, suara tangis kecil kadang terdengar. Ada anak yang menahan sakit, ada orang tua yang menahan amarah.

Nurul dengan lirih menyampaikan harapan: hentikan dulu MBG.

Evaluasi, lalu pikirkan lagi.

"Sepakat diberhentikan terlebih dahulu. Itu kan dari daging dan tidak menyangka kita kena. Dari orang tua juga minta diberhentikan saja. Kebanyakan orang minta ganti program dengan uang atau yang lain," tuturnya.

Kalimat itu bukan sekadar usul teknis. Itu jeritan warga yang sudah lelah jadi kelinci percobaan dari kebijakan yang tergesa.

Di meja sebelah, catatan korban semakin panjang.

Angkanya bahkan menembus 1.333 orang dari akumulasi 3 klaster dapur SPPG yang berbeda.

Koordinator lapangan posko kesehatan, Sandi Novrian, menghela napas panjang sebelum menyebut angka.

"Kalau jumlah kami kemarin enggak langsung dijumlah. Soalnya membeludak banget. Namun, kalau dijumlah keseluruhan dari kemarin Rabu pukul 11 sampai hari ini jumlahnya itu ada 730 orang," tuturnya.

https://bandung.kompas.com/read/2025/09/25/160722178/ironi-keracunan-massal-cipongkor-guru-pun-tumbang-usai-cicipi-menu-mbg

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com