Salin Artikel

Harapan Warga di Parung Panjang Usai Tambang Ditutup dan Jalanan Lengang: Pengen Begini Terus...

KOMPAS.com - Kondisi jalan di Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kini berbeda dari biasanya.

Jalanan yang selama ini dipadati truk tambang terlihat lengang, debu berkurang, dan kemacetan hilang.

Perubahan itu terjadi setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menghentikan sementara operasional perusahaan tambang di Parung Panjang sejak 26 September 2025 melalui Surat Edaran (SE) Nomor 144.

Kompas.com menelusuri wilayah Parung Panjang dari arah Ciseeng, Rabu (1/10/2025) sore.

Dari perbatasan Rumpin hingga ke Jalan M Toha, yang biasanya dipadati truk tambang, kali ini tampak lengang.

Hanya mobil pribadi, motor, dan sesekali truk kecil non-tambang yang melintas. Debu jalanan pun berkurang drastis

Sementara itu, truk-truk tambang terlihat terparkir dan tidak beroperasi. Beberapa kios tambal ban, warung, hingga kantong parkir khusus truk tampak sepi.

Jalanan Sepi, Warga Lega

Salah satu warga, Elisa (46), mengaku lega dengan kondisi ini.

"Ya, senang gitu, gak macet gitu kendaraannya. Bagus sekarang. Debu juga tidak terlalu banyak," kata Elisa.

Ia berharap kondisi jalanan yang sepi dari truk tambang bisa bertahan lama.

"Ya pengennya begini terus (sepi). Macet kalau pas ada truk, kalau pagi tuh anak-anak sekolah susah, kerja juga macet, sore juga sama," ungkapnya.

Senada, Andri (20), pedagang gorengan di depan Kantor Kecamatan Parung Panjang, juga merasakan perubahan.

"Menurut saya lebih bagus, enggak terlalu polusi jalan, enggak macet," ucap Andri.

Hari Setiawan menilai kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan ulang karena berdampak pada masyarakat yang menggantungkan hidup dari aktivitas tambang.

"Di situ ada para pekerja, sopir truk, dan pedagang. Kalau ditutup begitu saja, mereka kehilangan penghasilan," katanya.

Menurutnya, solusi jangka pendek bisa berupa pembatasan jumlah truk tambang atau penambahan personel Dishub untuk mengatur lalu lintas.

Namun, solusi paling tepat adalah pembangunan jalan khusus tambang.

"Jalan khusus tambang harga mati," tegas Hari.

Dedi Mulyadi Atasi Kerugian Sosial dan Lingkungan

Menanggapi berbagai aspirasi warga, Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan bahwa keputusan menghentikan sementara aktivitas tambang bukan berarti anti terhadap tambang.

Ia menegaskan kebijakan ini bertujuan menciptakan pembangunan yang berkeadilan.

"Tambang itu sudah beroperasi sangat lama, sudah melahirkan banyak sekali orang-orang kaya, telah melahirkan properti-properti mewah di berbagai tempat. Pasti sudah banyak keuntungan yang diraih," kata Dedi.

Namun, menurutnya, keuntungan tersebut tidak sebanding dengan kerugian sosial yang ditanggung masyarakat sekitar.

"Kalau giliran ada kebijakan gubernur yang mengembalikan kembali ketenangan hidup warga, agar bisa menikmati jalan dengan baik, terbebas dari debu, terbebas dari kebisingan, terhindar dari berbagai kecelakaan yang ditimbulkan karena angkutan yang besar-besar, pasti maju yang paling depan adalah rakyat yang paling bawah," ucapnya.

(Artikel Ini Telah Tayang Sebelumnya dengan Judul Truk Tambang Hilang, Parung Panjang Kini Lengang, Warga Senang Tak Lagi "Makan" Debu, Penulis: Putra Ramadhani, Editor: David Oliver Purba)

https://bandung.kompas.com/read/2025/10/03/071855278/harapan-warga-di-parung-panjang-usai-tambang-ditutup-dan-jalanan-lengang

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com