Salin Artikel

Luruskan Gerakan Seribu Sehari, Dedi Mulyadi: Kas Sosial, Tidak Pun, Tak Apa-apa...

BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi kritik warganet terkait ajakan gerakan rereongan atau solidaritas Rp 1.000 sehari yang sempat menuai perdebatan di media sosial.

Ia menegaskan bahwa gerakan tersebut bersifat sukarela dan tidak ada unsur pungutan wajib bagi seluruh aparatur sipil negara (ASN) maupun masyarakat.

"Saya tidak memungut uang Rp 1.000 untuk dikumpulin di gubernur yang bermiliar-miliar, bertriliun-triliun ini," kata Dedi dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Selasa (7/10/2025).

Dedi menjelaskan, konsep rereongan bukan pengumpulan dana ke pemerintah provinsi, melainkan gerakan sosial di lingkungan kerja masing-masing.

Uang yang dikumpulkan, kata ia, nantinya akan dikelola secara mandiri oleh satuan kerja seperti dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) hingga RT/RW.

"Kalau enggak pun enggak apa-apa. Nanti dikelola oleh unit, oleh dinas, oleh OPD. Nanti disimpan sebagai kas sosial," ujar Dedi.

Menurutnya, dana tersebut bisa digunakan untuk membantu warga yang membutuhkan, misalnya biaya berobat, ongkos ke rumah sakit, atau kebutuhan darurat serta lainnya.

Mantan Bupati Purwakarta itu mencontohkan, bantuan tersebut bisa diberikan kepada masyarakat yang hendak melahirkan tetapi tidak memiliki uang untuk membeli popok atau anak sekolah yang tidak mampu membeli seragam.

"Kalau tidak punya uang untuk beli popok, datang ke tempat kerja (OPD). Kasih amal sosial. Sama dengan kita ngasih yang minta-minta di pinggir jalan," tutur Dedi.

Ia juga menegaskan bahwa gerakan ini murni berbasis solidaritas, tanpa paksaan dari pemerintah.

Menurutnya, semangat rereongan adalah membangun kepedulian sosial di tingkat lokal.

Ia berharap masyarakat di setiap wilayah bisa saling membantu sehingga ketika ada warga yang kesulitan, bantuan bisa datang dari lingkungan terdekat tanpa harus menunggu gubernur turun tangan.

"Kalau nanti ada yang datang ke gubernur, datang ke Balai Pananggeuhan Gedung Sate, kebetulan dari kampung butuh bantuan, akan saya minta balik ke kampungnya karena di kampungnya ternyata tidak bisa membangun gerakan sosial," ucap Dedi.

Dedi menambahkan, nilai rereongan sudah menjadi bagian dari budaya gotong royong masyarakat Sunda sejak lama, bahkan sudah ia lakukan sejak masih bersekolah.

"Sejak saya SMP juga begitu. Ada temannya sakit, ditengok, dikasih biaya untuk berobat. Ada temannya tidak punya seragam, diberi. Dipegangnya oleh siapa? Ya oleh bendahara kelas. Itu pun kalau mau," ucapnya.

Dedi pun berterima kasih kepada masyarakat yang memberikan kritik terhadap kebijakannya.

Kritikan adalah bentuk perhatian agar pemerintah tidak salah langkah.

"Dan terima kasih, selalu kritis terhadap gubernur biar kebijakan gubernur tidak salah," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2025/10/07/154034578/luruskan-gerakan-seribu-sehari-dedi-mulyadi-kas-sosial-tidak-pun-tak-apa-apa

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com