Salin Artikel

Dedi Mulyadi Siap Jadikan Indramayu Pusat Kebudayaan Masa Depan, Ini Caranya

INDRAMAYU, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan komitmennya untuk menjadikan Kabupaten Indramayu sebagai pusat kebudayaan pada masa depan.

Pernyataan tersebut disampaikan Dedi Mulyadi saat menghadiri rapat paripurna Hari Jadi Ke-498 Indramayu di Gedung DPRD Indramayu, Selasa (7/10/2025).

"Saya tidak menutup kemungkinan Indramayu ini bisa menjadi pusat kebudayaan," ujar Dedi dalam acara tersebut.

Menurut Dedi, langkah untuk mewujudkan hal itu dapat dilakukan dengan menghadirkan simbol-simbol masa lalu dalam pembangunan masa kini.

Pemprov Jawa Barat, kata Dedi, akan mengalokasikan anggaran pada 2026 untuk membantu membangun sejumlah jembatan penyeberangan dan menata kembali jalan dengan desain artistik yang merefleksikan identitas Indramayu.

Dedi bercerita, saat melewati jalan dari Majalengka menuju Indramayu, ia banyak mengamati potensi besar yang dimiliki wilayah Indramayu, terutama sungai yang mengiringi jalan utama.

Ia menilai, sungai-sungai itu dapat dikembangkan menjadi bagian dari wajah kebudayaan Indramayu di masa depan.

Hal ini yang ia terapkan dalam mendesain Bumi Pakuan.

Dalam mendesain itu, Dedi akan menggunakan kearifan lokal, misalnya simbol gagak winangsih yang merupakan lambang pertama Indramayu pada masa lalu.

"Di sungai-sungainya akan dibuat jembatan melengkung dan pegangannya itu pakai gagak winangsih sebagai simbolisasi daerah Indramayu," ucap dia.

Menurut Dedi, pembangunan yang baik harus berangkat dari sejarah dan karakter daerah.

Ia pun mengaku telah melakukan survei untuk memahami karakteristik masyarakat Indramayu yang dikenal keras, tetapi juga memiliki jiwa seni tinggi.

Hal ini tecermin dari kesenian khas daerah seperti tari topeng Indramayu yang sudah mendunia.

Narasi sejarah ini, kata Dedi, sering dilupakan.

Banyak pemimpin daerah masa kini yang melupakan sejarah daerahnya dan tidak menjadikannya sebagai inspirasi pembangunan.

"Kita enggak mungkin balik ke abad kerajaan, tetapi simbolisasi pembangunan zaman dulu melahirkan artefak dan itu bisa dihadirkan di masa kini," kata Dedi.

Dedi menegaskan, tidak perlu takut untuk menghadirkan simbol masa lalu tanpa merusak pembangunan masa depan.

Ini dibuktikan oleh beberapa daerah yang sudah sukses lebih dahulu menerapkan simbolisasi peradaban masa lalu untuk pembangunan masa sekarang, seperti halnya Yogyakarta dan lain-lain.

Oleh karena itu, di Hari Jadi Indramayu, ia meminta agar nuansa sejarah dan kebudayaan yang kental harus menjadi jiwa dari setiap pembangunan di Indramayu.

"Kita ini punya cerita panjang dan bukan cerita dongeng. Jika ini diterapkan, tidak menutup kemungkinan Indramayu bisa jadi pusat kebudayaan," ucap dia.

Terakhir, Dedi Mulyadi memberi arahan kepada Bupati Indramayu, Lucky Hakim, untuk lebih sering turun lagi ke tengah masyarakat.

Sektor pertanian harus jadi prioritas, jalan-jalannya juga harus diperindah dengan marka jalan.

Pemprov Jabar pun akan berkontribusi untuk membantu penataan tersebut.

"Ini biar Indramayu kinclong-sekinclong bupatinya," tutur Dedi.

https://bandung.kompas.com/read/2025/10/07/163301878/dedi-mulyadi-siap-jadikan-indramayu-pusat-kebudayaan-masa-depan-ini-caranya

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com