BANDUNG, KOMPAS.com- Gelaran Asia-Africa Carnival 2025 di Kota Bandung, Sabtu (18/10/2025), disemarakkan oleh sebuah kreasi unik yang berasal dari limbah.
Sekelompok muda-mudi Kampung Panyairan Jompo, Desa Cigugur Girang, Kabupaten Bandung Barat, berhasil menarik perhatian dengan mengarak instalasi seni yang dibuat sepenuhnya dari sisa pakan sapi berupa pelepah pisang kering.
Inovasi ini, yang menampilkan patung Putri Kerajaan Sunda Galuh Diah Pitaloka dan Patih Gajah Mada, adalah bentuk kepedulian mereka terhadap pengolahan limbah.
Puluhan pemuda asal Kampung Penyairan Jompo itu mengenakan seragam pangsi dan kebaya serba hitam, mengawal dan mendorong patung Diah Pitaloka dan Patih Gajah Mada yang sedang memegang pedang setinggi empat meter.
Patung Sapi Juga Ikut Tampil
Patung lainnya yang diarak berbentuk sapi. Dari keterangan yang ada di bagian bawah, patung tersebut merupakan replika dari sapi Andin.
Sapi ini menjadi lambang kebanggaan Kampung Panyairan Jompo yang rata-rata warganya memang berprofesi sebagai peternak sapi.
Dengan perawatan terbaik, Sapi Andin telah menorehkan berbagai prestasi gemilang baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional.
Kualitas susu yang terbaik yang dihasilkan serta kondisi fisik yang prima, membuat sapi Andin sering menjadi juara di sejumlah kontes ternak, sehingga mengharumkan nama kampung Panyairan Jompo sebagai sentra peternakan sapi perah unggulan.
Instalasi ketiga yang diarak oleh pemuda kampung Panyairan Jompo adalah leuit atau lumbung padi penyimpanan beras dan bahan makanan yang menjadu identitas suku sunda.
Dibuat dari Limbah
Hal yang membuat unik dari instalasi muda mudi Kampung Panyairan Jompo terletak pada bahan baku pembuatan patung.
Mereka memanfaatkan sisa pakan sapi berupa pelepah pisang yang sudah kering dan tidak bisa dikonsumsi sapi.
"Ini bentuk kepedulian kami terhadap pengolahan limbah terutama pelepah pisang. Karena mayoritas masyaralat di kampung Panyairan Jompo itu masyarakatnya peternak, npelepah pisang itu dijadikan pakan sapi. Sementara pakan pelapah pisang ada yang kering, nah, yang kering itu kan biasanya dibuang," ujar Trisna, Ketua Karang Taruna Kampung Panyairan Jompo saat ditemui di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu siang.
3 Bulan Buat Patung
Trisna menjelaskan, butuh waktu hingga empat bulan untuk membuat instalasi yang mereka arak hari ini. Biaya yang dikeluarkan pun cukup lumayan.
Setidaknya, butuh Rp. 4.000.000 untuk menyelesaikan tiga karya seni tersebut.
"Yang pure ngerjain anyaman pelepah pisang dari pagi sampai malam itu 10 orang," ungkap dia.
Lamanya pengerjaan patung-patung tersebut menurut Trisna dikarenakan pelepah pisang perlu proses pengeringan.
"Kita dalam mengerjakan ini ada plan A ada plan B, jadi kalau enggak kekejar buat ngeringin paling nyari yang udah kering, soalnya kalau ngeringin dari nol sampai kering banget lama, waktunya enggak cukup, bisa sampai 2 minggu. Ini pengerjaan 4 bulan juga udah termasuk pengeringan sebagian bahan baku," jelasnya.
Tidak hanya patung, ternyata, muda mudi kampung Panyairan Jompo juga mengolah limbah pelepah pisang menjadi barang-barang kriya.
"Sebelumnya pelepah pisang ini kita huat gelang, tempat tisu dan lain lain segala macam kerajinan tangan. Sampai akhirnya di 2020 kita mencoba terobosan baru dengan membuat replika patung gitu," tandasnya.
https://bandung.kompas.com/read/2025/10/19/121103978/patung-diah-pitaloka-dan-gajah-mada-dari-pelepah-pohon-pisang-kering-tampil