GARUT, KOMPAS.com – Tempat Penitipan Anak (TPA) Anisa di Kampung Kadupugur, Desa Mekarmukti, Kecamatan Mekarmukti, Kabupaten Garut, menjadi salah satu TPA termurah di Indonesia. Orangtua cukup membayar infaq Rp 500 per hari untuk menitipkan anak mereka.
TPA ini merupakan bagian dari program Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya) yang digagas Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Indonesia. Meski berbiaya sangat murah, anak-anak di TPA Anisa tetap mendapatkan pengasuhan dan pendidikan dari pengasuh terlatih.
Menteri Pendidikan dan Pembangunan Keluarga Indonesia, Wihaji, mengaku terharu saat meninjau langsung TPA Anisa, Selasa (11/11/2025).
“Yang saya hormat adalah, infaqnya cuma 500 perak per hari, bapak ibunya bekerja, bertani, anaknya dididik, diajari, dan mendapatkan pengasuhan,” ujar Wihaji.
Ia juga memuji dedikasi para pengurus TPA yang bekerja tanpa digaji. “Semoga ini menjadi inspirasi, karena ternyata gaji gurunya ‘sajuta’ yaitu sabar, jujur, tawakal. Benar-benar murni tidak dapat gaji, hanya tadi sajuta, saya sangat hormat,” katanya.
Wihaji menegaskan, program Tamasya merupakan bentuk komitmen pemerintah agar setiap anak mendapat pengasuhan yang layak selama masa tumbuh kembangnya.
Ketua TPA Anisa, Juju Juningsih, mengatakan TPA ini berdiri sejak 2007. Ide pendirian muncul saat ia melihat seorang anak kecil menangis di sawah menunggu ibunya yang sedang bekerja sebagai buruh tani.
“Rumah saya di pinggir sawah, waktu itu ada anak kecil dibawa ibunya kerja, terus nangis nunggu ibunya. Jadi nggak tega, terus kepikiran bikin TPA seperti di kota-kota besar,” kata Juju saat dihubungi, Rabu (12/11/2025).
Dengan bantuan keponakannya, Ai Rosmiyati, Juju mendirikan TPA di rumahnya. Tiga ruangan rumah digunakan untuk kegiatan anak-anak. Selama dua tahun pertama, mereka mengelola TPA tanpa bantuan dan tanpa mewajibkan infaq.
“Infaq Rp 500 per hari juga tidak semua orangtua bayar, tapi kita tidak minta, biar aja seikhlasnya. Saya hanya ingin hidup saya bermanfaat,” ujarnya.
Pada 2009, pemerintah mulai memberikan bantuan untuk operasional, dan pada 2023 TPA Anisa mendapatkan bantuan bangunan baru dari pemerintah daerah. Kini, TPA itu menampung sekitar 56 anak usia dua hingga enam tahun.
Karena mayoritas orangtua bekerja sebagai buruh tani, penitipan hanya berlangsung hingga selepas waktu zuhur. “Jadi tidak sampai sore, sampai bada duhur. Orangtuanya kan buburuh ngabedug,” kata Juju.
Seiring bertambahnya jumlah anak, kini ada empat relawan tambahan yang membantu Juju dan Ai mengajar. Semua bekerja tanpa bayaran. Anak-anak dibagi menjadi tiga kelompok dan belajar dengan pendekatan bermain.
“Belajarnya menyesuaikan dengan yang ada di kampung aja. Yang besar dibawa ke masjid belajar salat dhuha, dikenalkan tempat ibadah, kadang ke kebon mengenalkan tanaman,” tuturnya.
Menurut Juju, ia tak memaksa anak-anak belajar membaca, menulis, atau berhitung. Semua dilakukan sambil bermain dan menanamkan nilai-nilai kebaikan.
“Kalau saya ada makanan dari kebun, dibagikan ke anak-anak. Ada yang mau anaknya berseragam, sebagian kita yang bantu. Yang nggak mampu beli seragam tidak diwajibkan, karena kebanyakan orangtuanya buruh tani dan buruh bangunan,” ujarnya.
https://bandung.kompas.com/read/2025/11/12/172115078/di-garut-ada-penitipan-anak-hanya-bayar-infaq-rp-500-per-hari-dengan-gaji