Menurut dia, kompetensi SDM kini tak lagi cukup hanya i-shaped person tetapi berkembang menjadi t-shaped bahkan m-shaped.
"M-shaped skills" berarti seseorang memiliki keahlian mendalam pada dua atau lebih bidang yang berbeda, bukan hanya satu bidang saja seperti pada "I-shaped" atau satu bidang mendalam dengan pengetahuan lintas-disiplin seperti pada "T-shaped".
Individu dengan keterampilan berbentuk M ini dapat menggabungkan keahlian dari berbagai domain untuk menciptakan wawasan baru yang inovatif.
Mereka tidak hanya memiliki keahlian inti yang kuat, tetapi juga mampu bekerja lintas disiplin, memahami prinsip keberlanjutan, serta mahir memanfaatkan teknologi dan AI.
"Kuncinya adalah kombinasi human skills, digital & AI fluency, dan green mindset. Jika pemerintah dan SDM bergerak cepat lima tahun ke depan, disrupsi 2030 dapat menjadi momentum peningkatan produktivitas dan kualitas kerja di Indonesia," ucap dia saat dihubungi, Sabtu (29/11/2025).
Dia menilai, pemerintah perlu mempersiapkan generasi yang memiliki kualitas dengan kemampuan yang dibutuhkan industri lima tahun ke depan.
Upaya ini dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas kompetensi, program upskiling atau reskiling dan pendidikan vokasi berbasis kebutuhan pasar.
"Karena itu, pemerintah perlu memastikan peta jalan kompetensi nasional yang jelas dan terintegrasi, terutama pada literasi AI, data, dan green skills. Program up skilling atau re-skilling harus diperbesar kualitas dan skalanya melalui kolaborasi antara pemerintah, industri, maupun perguruan tinggi," ucapnya.
Pengangguran lulusan SMA-SMK
Annisa juga menyoroti fakta bahwa tingkat pengangguran tertinggi saat ini justru berasal dari lulusan SMA dan SMK.
Menurutnya, kurikulum pendidikan yang ada belum sejalan dengan kecepatan perubahan dunia kerja.
Banyak kompetensi yang diajarkan tidak lagi relevan dengan kebutuhan industri, sehingga lulusan tidak terserap optimal.
Untuk mengatasi masalah ini, ia menegaskan perlunya peningkatan kualitas kompetensi siswa secara lebih terarah, termasuk literasi digital, sertifikasi profesi, penguatan soft skills seperti kolaborasi dan kerja tim, serta percepatan link and match dengan kebutuhan industri.
"Ini dibutuhkan untuk memastikan mereka benar-benar terserap oleh pasar kerja atau mampu menciptakan lapangan kerja baru melalui kewirausahaan," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Prof Yasserli menyampaikan, struktur tenaga kerja Indonesia saat ini didominasi lulusan pendidikan menengah, yang membuat Indonesia rawan tertinggal dalam kompetisi tenaga kerja global.
“Sebanyak 87 persen tenaga kerja Indonesia maksimal lulusan SMA atau SMK. Ini potret tantangan besar kita menghadapi perubahan teknologi ke depan,” kata Yasserli dalam Studium Generale di ITB, Kamis (27/11/2025).
Dari sisi struktur tenaga kerja, hanya 39 persen pekerja berada di sektor formal, sedangkan mayoritas bekerja secara informal seperti freelancer, pengemudi ojek online, pelaku UMKM, hingga profesi-profesi baru yang tak dikenal satu sampai dua dekade lalu, seperti affiliator atau clipper.
Menurutnya, fenomena ini menandai bergesernya pola kerja yang dipicu digitalisasi. Yasserli juga menekankan bahwa tantangan yang dihadapi mahasiswa saat ini akan jauh berbeda dengan situasi 20-30 tahun lalu.
Dunia kerja kini dipengaruhi ketidakpastian akibat geopolitik, pandemi, dan disrupsi teknologi.
"Sehingga yang diperlukan itu adalah kemampuan resilience (ketahanan) dan adaptif dalam menghadapi hal tersebut," ujar dia.
Ada tiga kekuatan global yang mengubah dunia kerja ke depan, yaitu AI dan digitalisasi, green transition & sustainibility, dan demographic & care economy shift.
Diperkirakan, tahun 2030 muncul 170 juta pekerjaan baru, sedangkan 92 juta pekerjaan hilang atau tergantikan.
Beberapa riset memprediksi bahwa 50 persen pekerjaan di industri saat ini tidak relevan lagi untuk 10 tahun ke depan sehingga kebutuhan upskiling atau reskilling meningkat drastis.
"Makanya adaptif adalah kunci," ujarnya.
"M-shaped person"
Ia juga menyinggung soal perubahan model kompetensi. Jika dulu industri hanya menuntut I-shaped competency (satu keahlian spesifik), kini perusahaan mencari T-shaped bahkan M-shaped, yaitu talenta dengan lebih dari satu kompetensi inti.
"Makanya perguran tinggi di berbagi negara di luar negeri ada major ada minor, diambil dua, walaupun saya katakan kompetensi kedua tak bisa harus formal di bangku pendidikan, Anda bisa belajar sendiri," ucapnya.
Kombinasi keterampilan teknis, digital, bahasa, hingga kepemimpinan dinilainya sebagai hal yang dihargai perusahaan.
Sertifikasi profesi juga menjadi bukti kompetensi yang diakui dunia kerja.
"Semakin banyak penguasaan kompetensi maka kompetesi lain akan mensuport Anda berkinerja dan itulah yang dicari perusahaan," kata dia.
https://bandung.kompas.com/read/2025/12/01/230957178/dunia-kerja-butuh-talenta-m-shaped-bukan-lagi-i-shaped-atau-t-shaped