Salin Artikel

Kasus Perusakan Kebun Teh Pangalengan, Polisi Dalami Dugaan Pencucian Uang

BANDUNG, KOMPAS.com - Polresta Bandung membuka peluang berkembangnya penyidikan kasus perusakan kebun teh di Pangalengan ke dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Indikasi aliran dana yang mengarah ke berbagai usaha lain diduga terkait hasil pengelolaan lahan yang dirusak.

Kapolresta Bandung Kombes Pol Aldi Subartono mengatakan, temuan sementara menunjukkan adanya perluasan manfaat ekonomi dari aktivitas perusakan kebun teh tersebut.

"Tidak menutup kemungkinan nanti akan berkembang ke TPPU-nya, tindak pidana pencucian uang. Ini akan kami terus dalami dan kami kejar," ujarnya saat ditemui di Mapolresta Bandung, Kamis (11/12/2025).

Menurut Aldi, rangkaian aktivitas itu telah berlangsung selama beberapa tahun.

Hal tersebut membuka potensi terjadinya pengaburan asal-usul uang.

"Karena sudah beberapa tahun, bisa saja berkembang ke pencucian uang. Hasil dari perusakan kebun teh, dari penanaman itu, kan uangnya akhirnya bercabang-cabang untuk usaha lain. Ini akan kami dalami terkait TPPU-nya," kata dia.

Selain fokus pada dugaan TPPU, polisi juga tengah menelusuri laporan polisi lain yang berkaitan dengan kasus serupa.

Aldi menyebut terdapat proses pendalaman yang saat ini tengah berjalan.

"Ada LP lain yang masih kami dalami. Kemungkinan akan naik ke penyidikan sehingga mungkin akan ada tersangka lain," ujarnya.

Aldi menegaskan bahwa penegakan hukum tidak hanya menyasar para pekerja di lapangan, tetapi juga pihak yang mendanai dan mengarahkan aksi tersebut.

"Intinya kami Polresta Bandung tidak ragu-ragu, kami tegas. Bukan hanya kepada para pekerja, tapi juga kepada donaturnya. Aktornya sudah kami tahan, inisial AB," tuturnya.

Kemungkinan adanya aktor lain di lokasi berbeda juga masih terbuka.

"Kalaupun ada aktor lain di TKP lain, ini masih didalami, masih dilakukan pemeriksaan. Ketika alat bukti terpenuhi, pasti akan ditahan juga," ujar Aldi.

Untuk saat ini, para tersangka dijerat Pasal 170 dan 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Meski demikian, polisi masih melanjutkan pengumpulan alat bukti sebelum memaparkan lebih jauh mengenai ancaman hukuman.

"Konsep hukumnya sudah kami bangun semua, nanti akan kami rilis kembali," ujarnya.

Penetapan Tersangka Baru

Aldi menyampaikan bahwa dalam waktu dekat sekitar 15 orang akan ditetapkan sebagai tersangka dari laporan lain yang berkaitan dengan perusakan lahan di Pangalengan.

"Tetap akan kami kejar aktornya," katanya.

Polisi juga memastikan bahwa penyidikan terhadap para donatur terus berjalan.

"Dari hasil penyelidikan ini, di Pangalengan ada beberapa donatur yang sedang kami sidik. Kami pastikan ini akan sampai ke donaturnya sampai kepada bandarnya," ujar Aldi.

Sebelumnya, upaya pengalihan lahan kebun teh menjadi sayuran kembali terjadi di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Bahkan, video aksi demonstrasi sejumlah pekerja perkebunan teh tersebut sempat viral di media sosial Instagram, beberapa waktu lalu.

Peristiwa tersebut bukan kali pertama terjadi, sebelumnya pada 22 April 2025 lalu, sejumlah pekerja perkebunan teh melakukan aksi serupa.

Video aksi protes para pekerja kebun teh itu tidak hanya menjadi sorotan warganet, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pun telah mengunggah video di Instagram pribadinya terkait hal itu.

Diketahui, aksi demonstrasi itu dilakukan oleh Serikat Pekerja Perkebunan Teh Korwil Cinyiruan dan Kertasari.

Mereka sepakat menolak upaya pengalihan itu, kemudian melakukan unjuk rasa di pabrik teh Malabar untuk menuntut proteksi dari PTPN dan upaya tegas dalam menghentikan penyerobotan kebun teh.

https://bandung.kompas.com/read/2025/12/11/154724878/kasus-perusakan-kebun-teh-pangalengan-polisi-dalami-dugaan-pencucian-uang

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com