Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Cikapundung, Saksi Bisu Kejayaan Surat Kabar di Kota Bandung

Kompas.com - 09/02/2022, 15:57 WIB
Reni Susanti,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Tak jauh dari Alun-Alun Bandung dan Gedung Konferensi Asia Afrika (KAA), Anda akan menemukan Cikapundung, saksi bisu yang menyimpan sejuta kenangan kejayaan surat kabar di Kota Bandung.

Sejak tahun 1970-an, kawasan yang kini bernama Jalan Dr Ir Soekarno ini menjadi sumber distribusi segala jenis surat kabar cetak di Kota Bandung, mulai dari koran, tabloid, dan majalah.

Pada 2002, Kompas.com pernah merasakan atmosfer kejayaan tersebut.

Masih teringat jelas, dari pukul 3.00 WIB dini hari, orang-orang sudah hilir mudik di Cikapundung.

Baca juga: Masuk PPKM Level 3, Ganjil Genap Kota Bandung Berlaku di 5 Gerbang Tol

Mobil-mobil berdatangan membawa setumpuk surat kabar beraneka jenis dengan headline yang beragam. Selepas itu, sebagian orang akan mengepak-ngepakkan surat kabar tersebut menjadi beberapa kelompok.

Sekitar pukul 4.00-5.00 WIB, kesibukan semakin menjadi. Para loper koran mulai berdatangan untuk mengambil surat kabar ke pembaca setia.

Mereka bekerja cepat, sigap, mengejar deadline pendistribusian. Saking cepatnya, mereka kerap bertaruh nyawa.

"Saya pernah ikut mobil sirkulasi (bagian distribusi surat kabar) menuju ke Cikapundung. Seperti mau mengantarkan nyawa, saking cepatnya mobil itu melaju," ujar Heni, salah satu mantan pekerja media kepada Kompas.com mengenang masa lalunya, Rabu (9/2/2022).

Saat ini, kegiatan tersebut masih terjadi. Di tengah gempuran media online atau daring dan teknologi, para loper koran tetap berdatangan sekitar pukul 4.00 WIB dini hari.

Dengan menggunakan sepeda motor yang sudah dipasangi tas khusus di bagian jok belakang, loper-loper koran ini bersiap mengambi koran-koran dari agen untuk dijual sepagi mungkin. Tapi tidak seramai dulu.

Mamay, penjual kopi dan gorengan di kawasan ini mengenang keriuhan tersebut. Hampir 30 tahun, wanita yang tinggal di Jalan Pangarang ini berjualan di Cikapundung.

"Segini mah sepi banget atuh. Enggak sampai 10 kali lipatnya (dulu suasananya sangat ramai)," ungkap Mamay dalam rilis yang diterima Kompas.com.

Sipenmaru atau Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru yang kini dikenal dengan SNMPTN atau SBMPTN adalah momentum yang tidak terlupakan buat Mamay.

Saat itu, mahasiswa yang mendaftar ke perguruan tinggi negeri sudah mengantre sejak pukul 11 malam.

Ilustrasi pengantar koranflickr.com Ilustrasi pengantar koran

"Kalau sekarang sih enggak tahu itu diumuminnya di mana," ucap wanita yang sampai sekarang mengaku tak menggunakan gawai tersebut.

Kenangan yang diakui Mamay sudah punah ialah kehadiran surat kabar edisi sore. 20 tahun lalu, suasana di Cikapundung bahkan masih ramai hingga sore hari.

Agen koran biasanya akan mendapat kiriman koran sore dari beberapa media cetak yang mengeluarkannya.

Aktivitas di kawasan ini diakui Mamay sangat menguntungkan bagi usaha yang dijalankannya. Para loper koran, pemilik agen, hingga pembeli koran biasanya akan mampir dan jajan di lapak Mamay.

"Kalau sekarang sih jam tujuh pagi sudah bubar, sudah dirapikan kembali," ungkapnya.

Bersaing dengan Daring

Sejak era konvergensi media cetak ke daring dekade 2010, penyusutan omzet mulai dirasakan para agen koran di Cikapundung.

Eneng misalnya. Wanita yang tinggal di Sukajadi ini sudah menjadi agen koran sejak akhir dekade 90-an. Ia mengaku omzet yang didapatnya menurun hingga 10 kali lipat dibanding 20 tahun silam.

"Dulu itu bisa sampai Rp 15 juta per hari (hasil penjualan). Sekarang sih sekitar Rp 1,5 juta saja," ungkapnya.

Bila dipukul rata, awal dekade 2000-an, dalam sehari Eneng bisa menjual hingga 1.500 eksemplar koran. Jumlah itu menyusut hingga sekitar 180 eksemplar saja di tahun 2022.

"Tapi mau bagaimanapun, kehadiran teknologi enggak bisa ditolak. Mungkin sekarang kebiasaan orang sudah bergeser," ucap Eneng.

Potret penumpang KA PRameks yang tengah membaca koran di tengah perjalanan keretaPramekers/Yusticia Ida Potret penumpang KA PRameks yang tengah membaca koran di tengah perjalanan kereta

Masih Ada Pembeli

Kendati jumlah penjualannya menyusut jauh, tetapi para agen koran dan loper menyebut surat kabar masih punya segmen pembeli. Koko selaku pemilik agen koran mengakui hal tersebut.

Saat ditanya ketersediaan surat kabar media tertentu, ia menjelaskan ada surat kabar yang memang dijual untuk segmen pembeli umum. Namun ada pula surat kabar yang hanya dijual kepada mereka yang berlangganan.

"Biasanya kantor-kantor dan beberapa rumah di kawasan tertentu masih pesan. Enggak banyak lagi, tapi masih cukup," tutur Koko.

Seorang loper koran, Agus Mulyana mengaku, beberapa surat kabar belum sepenuhnya kehilangan pembeli.

"Tiap hari mengantar koran. Waktu adzan Subuh, saya sudah ada di sini. Karena memang harus pagi kan," ucap pria yang sudah menekuni profesi ini sejak 1993.

Baca juga: Cara Ngawur Dahlan Iskan di Jawa Pos, Libatkan Istri Wartawan untuk Jualan Koran

Saat membawa dan mengantar koran, Agus membawa sekitar 120 eksemplar koran dari empat media nasional dan lokal yang cukup mainstream. Keempatnya menurut Agus masih punya banyak pembeli.

"Enggak bisa dibandingin sama dulu. Tapi kalau ukurannya sekarang orang pada pindah ke online, bisa bawa sebanyak ini (eksemplar koran) dan laku, itu sudah cukup bagus penjualannya," tutur Agus.

Bagi Anda yang ingin mengenang masa lalu ataupun ingin menelusuri kesibukan Cikapundung, bisa datang antara pukul 05.00 hingga 07.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com