Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Petani Datangi DPRD Garut, Minta Kasus Kriminalisasi Petani oleh PTPN Dihentikan

Kompas.com, 3 Januari 2023, 17:45 WIB
Ari Maulana Karang,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

GARUT, Kompas.com - Ratusan petani yang tergabung dalam Serikat Petani Badega (SPB) mendatangi gedung DPRD Garut pada Selasa (3/1/2023).

Mereka menuntut kasus kriminalisasi empat petani oleh PTPN VIII Kebun Cisaruni dihentikan dan diselesaikan Tim Gugus Tugas Reformasi Agraria (TGRA) yang diketuai oleh Bupati Garut.

"Stop kriminalisasi petani yang berjuang menuntut keadilan atas hak tanah," tegas Usep Saeful Mifrah, Ketua Serikat Petani Badega, Selasa (3/1/2023) siang di hadapan anggota komisi I dan II DPRD Garut dan instansi terkait.

Baca juga: Ribuan Ikan di Telaga Ngebel Ponorogo Mendadak Mati Diduga karena Belerang, Petani Rugi Jutaan

Usep menegaskan, para petani yang saat ini ditahan dan menjalani persidangan menggarap lahan terlantar, di mana sesuai dengan UU Pokok Agraria (UUPA) diperbolehkan untuk digarap dan jadi objek reformasi agraria.

Ambong CH, aktivis agraria dari Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat) yang ikut aksi dan audensi bersama petani dengan DPRD Garut mengungkapkan, sengketa atau konflik lahan seharusnya bisa diselesaikan oleh Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) yang ada di tingkat kabupaten dan tidak perlu sampai masuk ke ranah hukum seperti yang terjadi pada 4 petani di Garut.

Melihat adanya 4 petani yang dikriminalisasi karena masalah sengketa atau konflik agraria, Ambong pun berharap kasusnya bisa dihentikan dan ditangani oleh TGRA.

"Sesuai dengan Perpres nomor 86 tahun 2018 tentang percepatan reformasi Agraria, harusnya kasus itu diselesaikan oleh TGRA, jadi tidak ada lagi kriminalisasi petani," tegasnya.

Karenanya, Ambong berharap Bupati Garut sebagai Ketua TGRA Kabupaten Garut bisa bertanggungjawab atas masalah hukum yang dihadapi empat petani di Garut ini.

"Bupati Garut harus bertanggungjawab, karena dia ketua TGRA, minimal mau jadi penjamin bagi empat petani yang saat ini ditahan," tegasnya.

TGRA baru tahu kasus kriminalisasi petani

Di tempat yang sama, Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Tata Ruang Kabupaten Garut, Nurus Solihin yang juga menjabat sebagai Ketua Harian TGRA mengaku baru mengetahui adanya kasus petani yang saat ini menjadi tersangka dalam sengketa tanah dengan PTPN VIII.

"Tidak tahu, saya juga baru tahu kalau ini ada ditahan dan permasalahannya apa, baru tahu," katanya usai mengikuti audensi.

Nurus membenarkan, GTRA memang dibentuk untuk menyelesaikan masalah-masalah konflik agraria. Namun, masalah yang muncul di kebun Cisaruni PTPN VIII dengan warga belum terdeteksi meski pihaknya sudah mengarah pada identifikasi tanah-tanah yang HGU-nya mau habis.

Juju Hartati, dari Komisi I DPRD Garut, memyesalkan adanya petani yang harus dikriminalisasi karena konflik lahan. Karena menurutnya, instruksi Presiden Joko Widodo sudah cukup jelas terkait reformasi agraria agar masyarakat bisa memanfaatkan lahan-lahan terlantar.

"Ini ironis, Garut itu daerah miskin di Jabar, ada 330 ribu warga miskin, tapi saat akan mencari penghidupan malah dikriminalisasi," katanya.

Baca juga: Pompa Listrik yang Mengubah Hidup Petani Cabai di Ujung Selatan Indonesia

Aris Munandar, Ketua Komisi II DPRD Garut yang memimpin audensi dengan para petani Melihat, dalam waktu dekat pemerintah daerah harus segera turun ke lapangan melihat fakta yang sebenarnya dari konflik lahan antara warga dan PTPN VIII ini. Karenany, pihaknya mendorong pemerrintah daerah segera mengagendakan hal tersebut agar bisa dicarikan solusinya.

Sementara terkait masalah hukum yang dihadapi empat petani saat ini hingga harus menjalani penahanan. Aris berharap Bupati Garut sebagai Ketua Gugus Tugas Reformasi Agraria (TGRA) Kabupaten Garut dan semua jajaran pengurus TGRA mau menjadi penjamin bagi empat petani yang ditahan tersebut.

"Kalau ranah hukum, kita serahkan semuanya pada APH (Aparat Penegak Hukum), untuk penangguhan penahanan kami berharap ketua TGRA dan jajarannya mau jadi penjamin," katanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Bandung
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Bandung
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Bandung
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau