KARAWANG, KOMPAS.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung mengungkapkan potensi gempa sesar Baribis terhadap Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Kepala Stasiun Geofisika Bandung Teguh Rahayu mengatakan, mengacu kepada sumber Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) Tahun 2017, sesar baribis di Jawa Barat merupakan kelanjutan dari sesar Lembang ke arah timur. Sesar ini memanjang dari Majalengka sampai Subang.
Berdasar skenario peta guncangan sesar Baribis Kendeng pada segmen Subang, potensi getaran yang dirasakan di Kabupaten Karawang bisa mencapai skala IV-V modified mercally intensity (MMI).
Getaran IV MMI artinya bila terjadi gempa pada siang hari, getarannya dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela atau pintu berderik dan dinding berbunyi.
"Kemudian untuk skala V MMI, getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti," kata Teguh saat dihubungi, Kamis (9/2/2023).
Baca juga: Hadapi Potensi Gempa M 6,5 dari Sesar Cimandiri, Bupati Sukabumi Contoh Mitigasi Jepang
Meski begitu, Teguh mengimbau masyarakat tak panik. Namun tetap selalu waspada dan terus meningkatkan mitigasi terhadap gempa bumi.
"Dan yang lebih penting masyarakat tidak termakan infirmasi hoaks dan mencari informasi dari BMKG," kata dia
Sementara itu, Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno mengatakan, banyak data yang bisa diacu dalam sebaran sesar.
"Ada Pusgen 2017. Ada Peta Deagregasi 2022. Ada Peta Potensi Gempa 2019. Tinggal kebutuhannya buat apa? Meski semua belum dalam skala rinci. BMKG dan PVMBG selalu memperbaharui data. Bukan hanya data Pusgen, " kata Eko.
Eko mengatakan, seperti peta Deagregasi untuk evaluasi infrastruktur oleh Pusgen. Potensi gempa, shake map oleh BMKG.
Dari hasil beberapa penelitian, menurut Eko, ada yang menyebutkan sesar baribis menjadi zona dari Banten hingga Surabaya. Hanya saja berbeda nama.
"Semua bisa digunakan sesuai kebutuhan. Masalahnya, mau menggunakan atau tidak? Masalahnya kan ada di sana. Sebaran diketahui, potensi goncangan diketahui, tapi engga ngapa-ngapain," katanya.
Namun yang terpenting menurut Eko, harusnya ada ruang khusus di Indonesia untuk para ahli bangunan gedung untuk mencermati gedung-gedung atau bangunan yang ada. Beri para ahli gedung ruang untuk bekerja dan membuat keputusan.
Baca juga: Sesar Cimandiri di Sukabumi, Berpotensi Picu Gempa M 6,5 dengan Intensitas VIII MMI
"Jangan lupa, pemetaan tersebut sekaligus memetakan pemetaan gedung yang menyimpang antara perencanaan dan fakta konstruksinya, sebagai dampak korupsi. Sekaligus, perlu dilakukan kajian forensik atas gedung, apakah gedung tersebut telah dibuat secara baik, sesuai perencanaan dan penganggarannya. Jadi maaf ini, di Indonesia terutama, bukan sekedar urusan mitigasi," kata Eko.
Bukan hanya pemerintah, tetapi terutama para pemilik gedung harus melakukan uji kelayakan struktur dan ketahanan gedungnya. Pemerintah juga perlu membuat kebijakan memaksa agar itu dapat dilakukan, kemudian ditopang dengan penegakkan hukum atas potensi penyimpangan gedung.
"Dengan demikian maksimal kasus Turki tidak terjadi di Karawang," ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.