Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampai Juni 2024, OJK Sudah Blokir 8.271 Aplikasi Pinjol

Kompas.com, 31 Juli 2024, 17:39 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menghentikan atau memblokir 1.739 entitas keuangan ilegal sepanjang Januari sampai Juni 2024.

Daftar entitas keuangan yang diblokir tersebut terdiri dari 1.591 aplikasi pinjaman online atau pinjol ilegal dan 148 tawaran investasi ilegal.

Dengan demikian, total jumlah entitas keuangan ilegal yang diblokir mencapai 9.637 sejak 2017 sampai 30 Juni 2024.

Baca juga: Menkominfo Bakal Tindak Lanjuti Putusan MA soal Perbaikan Regulasi Pinjol

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyebutkan, dari jumlah itu, total aplikasi pinjol yang kini telah diblokir mencapai 8.271 aplikasi.

"Satgas PASTI ini luar biasa, kalian bisa bayangkan berapa pinjol ilegal yang sudah ditutup (diblokir) sejak mulai 2017 sampai dengan 30 Juni 2024 angkanya ada 8.271 aplikasi pinjol ilegal serta 1.366 investasi Ilegal," kata wanita yang akrab disapa Kiki dalam pemaparannya di acara Seminar Nasional bertema "Melawan Ancaman Judi Online dan Pinjol Ilegal" di Kampus IPB University, Bogor, Jawa Barat, Senin (29/7/2024).

Ia menambahkan, pengaduan entitas keuangan ilegal yang diterima OJK sebanyak 8.639 aduan sejak 1 Januari - 30 Juni 2024.

Jumlah tersebut meliputi pengaduan pinjol ilegal sebanyak 8.213 pengaduan dan pengaduan investasi ilegal sebanyak 426.

Baca juga: OJK: Desain Awal Pinjol untuk UMKM yang Tak Bisa Akses Perbankan

Kiki melanjutkan, tidak terbayangkan berapa jumlah daripada korbannya. Bahkan, kerugian masyarakat mencapai Rp 140 triliun.

Lebih lanjut ia memaparkan bahwa perputaran uang pada pinjol ilegal mencapai ratusan triliunan lebih per tahun.

"Lalu bagaimana dengan korbannya, berapa nilai dari aktivitas keuangan ilegal, pinjol ilegal, ternyata angkanya Rp 140,an triliun rupiah, itu uang dari masyarakat dan kalau itu masuk ke sistem keuangan yang formal itu bisa memberikan multiplier effect yang luar biasa. Kalau orang nabung di Bank, tentu itu dipinjamkan kepada sektor yang produktif untuk mengembangkan usahanya," ujarnya.

"Ketika itu masuk ke pasar modal, orang ketika membeli saham, perusahaan tersebut akan berkembang, multiplier effect-nya luar biasa. Tapi kalau yang seperti ini (pinjol ilegal) itu (uangnya) cuman digondol sama penipunya untuk membeli jet pribadi," sambung Kiki.

Masyarakat termasuk anak muda diimbau untuk selalu berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam pinjaman online.

Ia mencontohkan bagaimana pengaruh dari orang-orang yang suka pamer di media sosial.

"Kalau sesuatu terlalu berlebihan, terlalu too good to be true itu biasanya adalah sesuatu yang abal-abal. (Contohnya) Dia punya mobil sport dan lain-lain. Itu awas, hati-hati karena banyak sekali korbannya dari anak-anak muda. Yang kemudian banyak terjerat kepada hal seperti ini," ujarnya.

Di sisi lain, perkembangan teknologi digital tidak bisa disangkal sehingga sekarang orang bisa mengakses layanan jasa keuangan dan meningkatnya inklusi keuangan.

Baca juga: 117 Aduan Pinjol Ilegal Diterima OJK Malang, Mayoritas Pelapor Tak Merasa Mengajukan

Namun jika tidak diimbangi dengan literasi digital yang baik, maka banyak masyarakat akan terjebak aktivitas keuangan ilegal yang menggunakan inovasi dan teknologi digital sebagai pintu masuknya.

Apalagi, saat ini jumlah pengguna internet di dalam negeri terus meningkat yakni mencapai 196,71 juta atau 73,7 persen dari total penduduk.

Perkembangan teknologi digital yang belum diimbangi pemahaman terhadap layanan jasa keuangan membuat anak muda rentan menjadi korban penipuan dan tindak kriminalitas.

Kiki mengingatkan masyarakat agar tidak menggunakan pinjaman online ilegal karena berpotensi merugikan masyarakat, termasuk risiko penyalahgunaan data pribadi peminjam.

Baca juga: Catat, Ini 5 Ciri Pinjol Ilegal

Bagi masyarakat yang mengetahui informasi tentang penawaran investasi, penghimpunan dan pengelolaan dana yang mencurigakan atau diduga ilegal, seperti memberikan iming-iming untung tinggi yang tidak logis, segera laporkan ke Satgas PASTI melalui email: satgaspasti@ojk.go.id.

"Kenapa sih banyak sekali orang terjerat dengan aktivitas keuangan ilegal ini, yang pertama itu karena adanya inovasi teknologi. Sebetulnya memberikan kebaikan. Nah, tetapi inovasi teknologi ini juga melahirkan risiko dan bahaya dengan berbagai penipuan yang berbasis teknologi. Jadi kalau kita paham inovasi, ternyata penipu-penipu ini juga berinovasi dengan luar biasa. Banyak sekali ya teman-teman, harus diwaspadai," jelas Kiki.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau