BANDUNG, KOMPAS.com - Pengamat Kebijakan Pendidikan dari Universitas Pedidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof Cecep Darmawan meminta Presiden Joko Widodo untuk merevisi aturan yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja.
Menurut dia, aturan dalam salah satu poin di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan berpotensi disalahgunakan.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya membuat aturan yang komprehensif dengan melibatkan sejumlah pakar dari bidang lainnya, jangan hanya dari satu sisi yakni kesehatan saja.
"Jangan parsial hanya lihat dari aspek kesehatan semata tanpa melihat aspek etis, agama, budaya, dan lainnya," ujar Cecep saat dihubungi, Selasa (6/8/2024).
Cecep khawatir, penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja itu bisa meningkatkan angka seks bebas di kalangan kaum muda.
Meski awalnya, tujuan dari aturan tersebut dinilai baik untuk edukasi, deteksi dini, hingga pelayanan alat reproduksi untuk kalangan pelajar dan remaja usia sekolah.
Baca juga: Pelajar Terduga Teroris di Batu Beli Bahan Bom Pakai Uang Jajan
"Malah bisa disalahgunakan menurut saya. Harus dikaji ulang penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja ini," tutur Cecep.
Dia mengungkapkan, penggunaan alat kontrasepsi diperuntukan untuk pasangan yang telah legal dalam ikatan perkawinan.
Bila benda tersebut diberikan kepada kalangan pelajar dan remaja, seolah pemerintah ini bersikap permisif soal hubungan seksual di luar ikatan pernikahan.
Selain melanggar norma kesusilaan, hal tersebut sangat bertentangan dengan norma agama serta pendidikan Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
"Tidak menyuruh orang melakukan perbuatan seks bebas tetapi seakan permisif. Justru ini bertentangan dengan prinsip edukasi. Di mana pendidikan melarang orang melakukan seks bebas sedini mungkin," ungkap dia.
Oleh sebab itu, agar tidak berdampak buruk bagi generasi muda, dia meminta pemerintah segera meninjau kembali aturan tersebut.
Kemudian juga diselaraskan dengan aturan-aturannya lainnya. Sehingga pada saat penerapannya tidak tumpang tindih dan tidak bertolak belakang antara satu dengan lainnya.
"Pemerintah harus sadar ini ada potensi kemana-mana dampaknya. Saya minta tinjau ulang revisi aturan itu lakukan juga kajian dari berbagai pihak, dan sebaikanya formulasikan aturannya sepeti apa," pungkas Cecep.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang