BANDUNG, KOMPAS.com - Sejumlah pekerja PT Multidaya Teknologi Nusantara (SPMTN) atau eFishery melakukan aksi damai di halaman kantor pusat yang berlokasi di Jalan Malabar Nomor 37, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/1/2025).
Para pekerja menuntut keterbukaan manajemen perihal sejumlah persoalan yang sedang mendera perusahaan serta kejelasan soal kondisi startup akuakultur saat ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pekerja PT SPMTN, Icad, mengatakan, saat ini sejumlah pegawai resah terkait informasi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang akan dilakukan perusahaan di akhir Januari 2025.
Baca juga: Startup eFishery di Bawah Gibran Huzaifah Diduga Rekayasa Laporan Pendapatan hingga Rp 9,74 Triliun
Rumor tersebut, kata dia, sudah menyebar di kalangan pekerja sejak perusahaan didera persoalan dugaan fraud (kecurangan) dalam laporan keuangan setebal 52 halaman hingga penyalahgunaan dana finansial.
"Ada informasi dan rumor yang juga semakin menguat karena adanya pihak anonim yang bersolidaritas dengan serikat dan teman-teman pekerja ada rencana yang disusun sebagai opsi utama melikuidasi perusahaan, dan plannya adalah PHK massal sebelum Februari," ujar Icad kepada awak media di lokasi, Kamis (23/1/2025).
Menurut Icad, sejauh ini informasi tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya, namun sudah membuat gusar para pekerja.
Apalagi, saat ini pihak manajemen belum terbuka terkait masalah tersebut.
Padahal, sebutnya, bisnis perusahaan rintisan eFishery sejauh ini masih tetap berjalan.
Terbukti, sejumlah pelanggan masih memesan kembali produk dari perusahaan, meskipun adanya masalah soal fraud.
"Bisnis kita jalan, punya real customer. Ada angka fiktif, ya, itu sudah dibahas di mana-mana. Bukan berarti bisnisnya tidak jalan. Dengan narasi angkanya yang sebesar itu, running kok, sustain kok," terang Icad.
Adapun pelanggan eFishery ini berasal dari berbagai macam model penjualan seperti B2B (Business-to-Business) dan B2G (Business-to-Government).
Baca juga: Tanggapan Serikat Pekerja eFishery Soal Dugaan Kasus Fraud Sistematis
Icad menambahkan, seluruh pekerja eFishery yang berjumlah sebanyak 1.800 orang ini meminta pihak manajemen untuk terbuka soal nasib mereka ke depannya.
"Fraud ada, tapi tidak bisa menjustifikasi bahwa bisnisnya enggak jalan. Yang masuk ke serikat ada 300-an dan akan terus bertambah, bahkan sesi tanya jawab dengan manajemen sudah setahun lalu. Cara kita elegan beradab, pakai waktu jam istirahat saja," pungkasnya.
Diketahui, startup akuakultur eFishery, yang pernah dipimpin oleh CEO Gibran Huzaifah, diduga merekayasa laporan pendapatan dan laba selama beberapa tahun terakhir. Investigasi internal dimulai dari laporan whistleblower yang mengungkap dugaan penggelembungan pendapatan hampir 600 juta dollar AS (sekitar Rp 9,74 triliun) dalam periode sembilan bulan yang berakhir pada September 2024.
Kepada investor, eFishery melaporkan laba 16 juta dollar AS (sekitar Rp 259,9 miliar) pada periode tersebut. Namun, penyelidikan menemukan perusahaan sebenarnya mengalami kerugian 35,4 juta dollar AS (sekitar Rp 575 miliar). Pendapatan perusahaan yang dilaporkan sebesar 752 juta dollar AS (sekitar Rp 12,2 triliun) juga diduga dilebih-lebihkan, dengan pendapatan sebenarnya hanya sekitar 157 juta dollar AS (sekitar Rp 2,55 triliun).
Selain itu, klaim eFishery yang menyebut memiliki lebih dari 400.000 tempat pakan ikan yang beroperasi juga diragukan. Penyelidikan awal memperkirakan jumlah sebenarnya hanya sekitar 24.000 tempat pakan ikan.
Perusahaan yang menyediakan pakan ternak untuk pembudi daya ikan dan udang ini telah mencapai status unicorn dengan valuasi sebesar 1,4 miliar dollar AS (sekitar Rp 22,7 triliun). Namun, laporan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang praktik bisnis dan akuntansi di eFishery.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang