Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Minyakita di Bandung Tembus Rp 18.000, Pedagang: Ini bagaimana pengawasannya

Kompas.com, 27 Februari 2025, 17:05 WIB
Agie Permadi,
Krisiandi

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Harga Minyakita di Pasar Kosambi kini mencapai Rp 18.000, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 15.700.

Kenaikan harga ini disebabkan oleh ketidakcocokan harga yang diterima pedagang dari suplier.

Agus, Dewan Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional (Apetra) Jawa Barat dan juga pedagang di Pasar Kosambi, menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024, HET untuk minyak goreng Minyak Kita seharusnya adalah Rp 15.700.

Namun, di lapangan, program pemerintah ini tidak berjalan dengan baik.

Baca juga: Pedagang di Bengkulu: Minyakita Susah Didapat, Harga Tak Jelas...

"Sekarang itu (Minyakita) mestinya HET di Rp 15.700, namun di pasar itu pedagang rata-rata menjual Rp 17.500 sampai Rp 18.000, karena belinya di supplier kurang lebih di sekitar Rp 16.700 atau Rp 17.000," kata Agus saat ditemui di Pasar Kosambi, Kamis (27/2/2025).

Agus menambahkan bahwa produk Minyak Kita cukup diminati masyarakat karena harganya yang murah.

Namun, kenyataannya, produk minyak yang diterima pedagang dengan harga HET sangat langka.

"Kalau pun pernah mendapatkan harga yang sesuai, itu terjadi 3 bulan sekali," ujarnya.

Ia menyebutkan bahwa ketika mendapatkan pasokan dari Bulog, ia membeli minyak tersebut seharga Rp 14.500 dan menjualnya di Rp 15.700, sesuai aturan yang ada.

Baca juga: Langka, Harga Ecer MinyaKita Tembus Rp 18.000 Jelang Ramadhan

Pedagang juga menyesalkan bahwa harga dari suplier swasta tidak sesuai dengan HET.

Agus mempertanyakan pengawasan terhadap penyaluran program pemerintah ini.

"Minyakita yang sudah diprogram oleh pemerintah di Rp 15.700, sekarang berkembang di pasar sampai di Rp 18.000 - Rp 17.000. Ini bagaimana pengawasannya? Ini jadi satu permasalahan," tuturnya.

Dengan harga jual yang tinggi ini, Agus menegaskan bahwa pedagang tidak dapat disalahkan, karena mereka tidak mendapatkan produk Minyak Kita dengan harga yang sesuai dari suplier.

"Persoalannya dikembalikan kepada pemerintah. Kalau seandainya Minyakita mau dibebaskan, ya bebaskan saja harganya di pasar. Tapi di sisi lain sudah dipatok oleh pemerintah di Rp 15.700 dan tidak boleh di atas itu, tetapi di lapangan tidak seperti itu," jelasnya.

Baca juga: Minyakita Langka di Palangka Raya, Pedagang Pilih Tak Berjualan hingga Naikkan Harga

Agus mengaku telah menyampaikan permasalahan ini di Forum Bulog dan kepada Dinas terkait, namun hingga kini tidak ada tanggapan dari pemerintah setempat.

"Tapi sampai sekarang juga tidak ada tanggapan dari pemerintah, dari Bulog," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa produk yang bersifat subsidi sebaiknya dipasarkan di pasar tradisional untuk mendukung perekonomian masyarakat kecil.

"Sirkulasi pedagang pun akan lebih menarik jika ada barang-barang dari program pemerintah," pungkas Agus.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau