KOMPAS.com – Rifa’i (66), mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI), angkat suara terkait tuduhan penyiksaan yang dialamatkan ke sirkus tempatnya dulu bernaung.
Ia membantah keras kabar tersebut dan menyebut apa yang terjadi sesungguhnya adalah bentuk pendisiplinan, bukan kekerasan.
“(Pendisiplinan) dengan omongan aja, 'kamu harus rajin latihan, enggak boleh males-malesan.’ Jadi suasananya pun enjoy, menyenangkan,” ujar Rifa’i saat ditemui di Taman Safari Indonesia (TSI), Bogor, Kamis (24/4/2025).
Baca juga: Pengakuan Eks Pemain Sirkus OCI yang Kini Jadi Keeper Harimau: Tak Ada Penyiksaan
Rifa’i merupakan salah satu pemain sirkus senior yang pernah tampil bersama OCI sejak 1979 hingga 1990.
Kini, ia mengabdi sebagai penjaga harimau di TSI, lokasi yang juga menjadi markas OCI saat itu.
Baca juga: Taman Safari Indonesia Bantah Isu Bunker Penyiksaan, Sebut Bangunan Itu Rumah Pendiri Sirkus OCI
Pria asal Tegal itu menceritakan awal mula dirinya bergabung. Ia bukan langsung menjadi pemain, melainkan memulai karier sebagai pedagang asongan di kantin OCI yang menjajakan makanan dan minuman ringan.
Etos kerjanya yang dinilai tekun menarik perhatian Toni Sumampau, pelatih OCI sekaligus pendiri TSI.
Baca juga: Bangunan Eks Tempat Tinggal Pemain Sirkus OCI Disebut Bunker Penyiksaan, Ini Penampakannya
“Jadi saya kerja sama beliau, dibimbing pemain sirkus. Ya di challenge-nya emang selalu kita latihan, kan disiplin. Tiap hari latihan, apa yang kita lakukan untuk show itu sudah dilatih,” kata dia.
Rifa’i dengan tegas menolak klaim yang menyebut ada kekerasan fisik atau penyiksaan terhadap pemain sirkus. Ia menekankan, latihan dilakukan secara teratur dan manusiawi.
“Saya cukup akrab juga sama mereka (eks pemain sirkus korban penyiksaan). Saya juga ikut bantu latihan, kan ya setiap hari. Jadi nggak ada kejadian disiksa, dipisahkan dari keluarga,” katanya.
Menurut dia, suasana latihan pun diatur agar kondusif dan demi keselamatan para pemain itu sendiri.
“Bentuk pendisiplinnya kalau yang saya lihat pakai aturan, jadi harus fokus. Kan kita latihan bareng-bareng. Ya kita ikuti aturan, kan demi keselamatan kita juga, jadi dengan pendisiplin itu kita jadi aman,” imbuhnya.
Salah satu isu yang ramai dibicarakan adalah dugaan bahwa para pemain sirkus sempat dikurung di kandang harimau.
Rifa’i menilai tuduhan itu mengada-ada dan tidak masuk akal.
“Nggak ada. Kan kandang harimau kan pas-pasan (kecil). Jadi kalau dia bilang dimasukin situ, kan harimau nggak nyaman. Kalau ada orang nggak dikenal, gelisah dia, pasti teriak gitu harimaunya. Jadi nggak mungkin itu (pemain sirkus) dimasukin ke kandang,” tegasnya.
Soal kehidupan sehari-hari di mess OCI, Rifa’i mengaku semuanya berjalan normal. Para pemain mendapat makanan yang cukup dan waktu istirahat yang layak.
“Normal-normal aja sih. Latihan juga sewajarnya dan mereka juga rasanya senang begitu. Tiap libur pun mereka bisa rekreasi, hari Senin kan libur latihan, diajak ke pantai, ke mal, belanja-belanja, biasa aja,” ucapnya.
Kini, meskipun tak lagi tampil di panggung sirkus, Rifa’i masih berada di lingkungan yang sama.
Ia bekerja bersama dua rekan lainnya sebagai penjaga harimau, dan atraksi hewan tersebut digelar bergiliran dengan pertunjukan sirkus.
Sebelumnya diberitakan, delapan mantan pekerja sirkus OCI, mendatangi Wakil Menteri HAM Mugiyanto pada Selasa (15/4/2025).
Mereka mengadukan terkait eksploitasi, penyiksaan, dan tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oleh pemilik OCI dan TSI.
Founder OCI sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau membantah tudingan tersebut.
Sementara, Vice President Legal & Corporate Secretary Taman Safari Indonesia, Barata Mardikoesno, menegaskan persoalan ini tidak ada kaitannya dengan Taman Safari Indonesia.
“Langkah hukum ini nanti akan diambil oleh OCI. Taman Safari Indonesia tidak ada hubungannya dengan persoalan ini, bisnisnya memang terpisah,” tegas Barata. (Kontributor Bogor Afdhalul Ikhsan|Editor: Irfan Maullana)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang