CIAMIS, KOMPAS.com – Lebih dari satu dekade, Kiki Kurniawan mengabdikan dirinya di balik kemudi bus perusahaan otobus Gapuraning Rahayu (GR).
Warga Pamalayan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Baratm ini telah menjalani profesinya dengan penuh semangat dan cinta sejak lama.
Baca juga: Kisah Samsono Bangga Jadi Sopir Truk AKAP: Diingatkan Anak, Ungkap Penghasilan dan Pungli
Setiap harinya, Kiki membawa penumpang dari Kawunganten, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, menuju terminal-terminal utama di Jakarta seperti Kampung Rambutan dan Lebak Bulus.
"Cita-cita sejak kecil jadi driver bus," kata Kiki saat ditemui Kompas.com di Pool Gapuraning Rahayu, Kabupaten Ciamis, Minggu (11/5/2025).
Karier Kiki tidak serta merta dimulai di dunia bus. Awalnya, ia bekerja sebagai mekanik mobil kecil di Tangerang, Banten.
Baca juga: Sopir Truk Dikeroyok 7 Pelaku Pungli di Jambi, 2 Orang Ditangkap
Tak lama kemudian, ia beralih menjadi sopir truk ekspedisi, bahkan sempat menyetir truk tronton lintas provinsi.
"Lalu ada kesempatan masuk di bus. Alhamdulillah saya keterima. Pertama masuk di GR (Gapuraning Rahayu) sampai sekarang," ujarnya.
Kenangan saat pertama kali mengangkut penumpang masih lekat di ingatannya.
Bagi Kiki, membawa kendaraan besar dan mengantar penumpang dengan selamat adalah kepuasan tersendiri.
"Antarkan penumpang dari kota asal sampai kota tujuan, itu rasanya amazing lah," kata Kiki dengan bangga.
Selama lebih dari 10 tahun menjadi sopir bus, Kiki telah melewati banyak pengalaman.
Salah satu yang paling membekas adalah peristiwa di Tol Cipularang, Jabar, saat hujan deras.
Kala itu, Kiki sedang membawa penumpang dari Jakarta menuju Pangandaran.
Ia melihat dua truk beriringan di lajur kiri. Tiba-tiba, salah satu truk menyalip dari kanan—tepat ke arah lajur yang sedang ia lalui.
"Dia masuk kanan, saya klakson tapi enggak dengar," kata Kiki.
Di tengah situasi genting, Kiki melihat celah sempit untuk menghindar dan segera membanting setir ke kiri.
"Saya pikir, nggak apa-apa spion hilang (membentur bodi truk), (harga) enggak seberapa, yang penting penumpang, saya dan kondektur selamat," ujarnya.
Berkat refleks dan konsentrasi penuh, ia berhasil menghindari tabrakan.
"Di situ pengalaman paling nggak bisa dilupakan," jelasnya.
Menurut Kiki, semua jalur berpotensi rawan kecelakaan, tergantung pada kehati-hatian pengemudi.
"Sebetulnya semua jalur rawan, cuma tergantung drivernya sendiri gimana bisa menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai ada kecerobohan dan keteledoran," katanya.
Namun, ia menyoroti jalur Gentong dan Nagreg yang menurutnya sangat menantang karena medan berkelok dan tanjakan curam.
"Perlu konsentrasi tinggi, harus diperhatikan untuk semua driver (saat melintas Gentong dan Nagreg)," tambahnya.
Dalam kesehariannya, Kiki hanya menyetir setiap dua hari sekali. Ia menyebutkan bahwa waktu istirahat yang diberikan cukup ideal.
"Ke kesehatan saya kira tidak memengaruhi, karena kita sehari jalan sehari libur," ujarnya.
Dengan ritme kerja seperti ini, ia masih bisa menikmati waktu bersama keluarga.
"Keluarga sudah menerima (ia menjadi sopir) karena sudah menjadi panggilan bagi saya," ungkapnya.
Perjalanan jauh dan jam kerja panjang pun tak lagi menjadi beban, karena sudah menjadi bagian dari kehidupannya sejak menjadi sopir truk.
"Sudah biasa (nyopir lama), tak ada beban," ucapnya.
Satu hal yang menjadi prinsip utama bagi Kiki dalam menjalankan tugasnya adalah ketepatan waktu.
"Kalau soal ketepatan waktu ya balik lagi ke driver, cara bawa mobil masing-masing driver beda ya. Tapi kalau saya, ketepatan waktu harus 100 persen," tegas dia.
Meski menghadapi tantangan seperti jalan bergelombang—terutama di wilayah Cilacap—Kiki tetap berusaha menjaga jadwal agar penumpang tidak kecewa.
Sejak pandemi Covid-19, jumlah penumpang bus menurun drastis.
Salah satu penyebabnya, menurut Kiki, adalah menjamurnya travel gelap yang mengambil penumpang tanpa izin resmi.
"Jadi bukan tak ada sewa (penumpang), tapi kebanyakan sewa bus diambil travel-travel gelap. Saya minta pemerintah menertibkannya," harapnya.
Kiki merasa bersyukur bisa bekerja di PO Gapuraning Rahayu, yang menurutnya memperlakukan sopir dan kondektur dengan baik.
"Kalau GR (Gapuraning Rahayu) yang saya rasakan gak ada lawan. Untuk personel gak dibebankan uang jaminan, enggak ada target, harus setor sekian," jelasnya.
Setiap kali jalan, ia menerima upah tetap, ditambah bonus bila penumpang lebih dari 35 orang.
Lebih dari sekadar pekerjaan, menjadi sopir bus bagi Kiki adalah bentuk pengabdian.
"Misalnya penumpang dari tempat jauh ingin silaturahmi ke keluarga, tetap ada andil sopir. Jangan sepelekan profesi sopir, sopir bisa jadi link (penghubung) keluarga kita yang jauh," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang