SERANG, KOMPAS.com – Pengadilan Negeri Serang menjatuhkan hukuman pidana penjara 20 tahun kepada pimpinan pondok pesantren di Kabupaten Serang, Banten, Kholid (47), karena terbukti melakukan perbuatan asusila terhadap tiga santriwatinya.
Salah satu korban bahkan diketahui hamil akibat perbuatan terdakwa.
Ketua majelis hakim Galih Dewi Inanti Akhmad menyebut Kholid terbukti melanggar Pasal 81 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
"Menjatuhkan oleh karena itu kepada terdakwa Kholid dengan pidana penjara 20 tahun," kata Galih saat membacakan putusan dalam sidang terbuka di Pengadilan Negeri Serang, Senin (26/5/2025).
Vonis tersebut lebih berat dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Serang, Selamet, yang sebelumnya menuntut hukuman 19 tahun penjara.
Hakim tidak memberikan satu pun pertimbangan yang meringankan bagi terdakwa. Sebaliknya, sejumlah hal memberatkan dijadikan dasar vonis, termasuk status terdakwa sebagai ustaz yang seharusnya menjadi panutan.
"Pengayom anak-anaknya seharusnya, tapi malah menyetubuhi santri-santrinya. Terdakwa sebagai pendidik yang seharusnya menjadi tauladan bagi anak didiknya," ujar Galih.
Majelis hakim juga menilai, perbuatan terdakwa telah merusak masa depan para korban.
Atas putusan ini, Kholid melalui kuasa hukumnya menyatakan masih mempertimbangkan untuk mengajukan upaya hukum lanjutan.
"Pikir-pikir, Yang Mulia," ucap Kholid di ruang sidang.
Kasus ini mencuat setelah warga Gembor Udik, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, melakukan aksi protes disertai perusakan pondok pesantren yang dipimpin Kholid.
Baca juga: Pimpinan Ponpes di Serang Banten Dituntut 19 Tahun Penjara karena Kasus Asusila
Saat itu, Kholid berusaha melarikan diri dan bersembunyi di plafon rumah. Ia akhirnya ditangkap oleh anggota Polres Serang yang dipimpin AKBP Condro Sasongko pada Minggu, 1 Januari 2024.
Kholid diduga mencabuli tiga santriwati secara berulang sejak 2021 hingga 2023. Salah satu korban sempat hamil dan melakukan aborsi agar kejadian itu tidak diketahui oleh orangtuanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang