CIANJUR, KOMPAS.com – Seorang pelajar Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tewas setelah terjatuh dari atas Jembatan Parigi, Kecamatan Leles.
Korban mengalami patah tulang serius akibat benturan keras di dasar sungai.
Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (19/7/2025) dini hari, saat korban bersama belasan temannya terlibat duel satu lawan satu dengan kelompok pelajar SMP.
Korban sempat mendapatkan perawatan medis di rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia pada Selasa (22/7/2025).
Baca juga: Kronologi Duel Maut Pelajar di Cianjur, Saling Ejek di Medsos Berujung Tewas
Berikut fakta lengkap kejadian:
Sebuah video berdurasi 1 menit 18 detik yang memperlihatkan duel antar pelajar di atas Jembatan Parigi, Kecamatan Leles, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, viral di media sosial dan aplikasi perpesanan.
Dalam video tersebut, tampak dua pasang remaja melakukan duel satu lawan satu, disaksikan oleh sejumlah orang yang diduga sesama pelajar.
Aksi itu direkam menggunakan ponsel dan memicu kegemparan setelah salah satu pelajar terjatuh ke sungai di tengah perkelahian.
Kompas.com juga menerima video tambahan yang menunjukkan kondisi korban pasca insiden serta proses pencarian di dasar sungai.
Baca juga: Dedi Mulyadi Soroti Pungutan Berkedok Sumbangan di MAN 1 Cianjur
Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur, Helmi Halimudin, membenarkan insiden tersebut.
Ia menyebut, korban sempat dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi luka parah karena terjatuh ke dasar sungai yang surut. Korban dinyatakan meninggal dunia pada Selasa (22/7/ 2025) setelah empat hari menjalani perawatan intensif.
“Korban mengalami patah tulang dan luka parah karena menghantam dasar sungai. Satu korban lainnya yang juga jatuh ke sungai selamat, namun mengalami luka-luka,” jelas Helmi saat dihubungi Rabu (23/7/2025).
Helmi menambahkan, persoalan ini telah diselesaikan secara kekeluargaan oleh kedua belah pihak, dalam hal ini para orangtua siswa yang terlibat.
Namun demikian, pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian yang tengah menangani kasus tersebut.
Menurut Helmi, duel tersebut tidak terjadi secara spontan, melainkan sudah direncanakan sebelumnya melalui komunikasi antar pelajar.
Informasi yang diterima menyebutkan, masing-masing kelompok membawa delapan orang dan melakukan duel secara bergantian satu lawan satu.
“Di antara mereka itu janjian dulu, untuk semacam duel, begitu. Informasinya delapan orang. Iya, jadinya itu (satu lawan satu),” ujar Helmi.
Helmi menyebut, saat duel berlangsung, dua pelajar terjatuh dari jembatan. Salah satu meninggal dunia, sedangkan yang lain selamat.
Korban yang meninggal langsung dilarikan ke rumah sakit dan sempat dirujuk ke RSUD Sindangbarang karena kondisinya memburuk.
Ilustrasi media sosialKepala Polsek Agrabinta, Kompol Nanda Riharja, menyebutkan bahwa akar dari insiden ini berasal dari aksi saling ejek di media sosial.
Ejekan tersebut kemudian memicu kesepakatan antar pelajar untuk bertemu dan menyelesaikannya lewat duel.
“Motif awalnya saling ejek di media sosial. Mereka lalu janjian di lokasi untuk duel. Saat ini ada 12 pelajar yang sudah kami amankan dan sedang dimintai keterangan,” kata Nanda saat dihubungi, Rabu (23/7/2025).
Polisi juga masih mendalami motif secara menyeluruh dan melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Jembatan Parigi.
Sebanyak 12 pelajar dari SMP dan MTs di Cianjur kini diperiksa di Polsek Agrabinta. Mereka merupakan saksi dan terduga pelaku yang terlibat dalam duel maut tersebut.
Nanda menegaskan, insiden ini adalah tindakan kekerasan yang sudah direncanakan. Selain itu, aparat masih mengumpulkan keterangan dan bukti lain untuk mendalami kasus secara menyeluruh.
“Saat ini kami masih mengusut motif mendalam dan menelusuri siapa yang menginisiasi duel ini. Pemeriksaan terus berlanjut,” ucapnya.
Menanggapi kejadian tersebut, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur segera menerapkan kebijakan jam malam pelajar sebagai langkah preventif.
Kepala Disdikpora Cianjur, Ruhli Solehudin, menyebut bahwa kebijakan ini sejalan dengan arahan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mengantisipasi maraknya kekerasan pelajar di luar jam sekolah.
“Kami sudah instruksikan seluruh satuan pendidikan untuk berkoordinasi dengan forkopimcam dan OPD terkait dalam pelaksanaan jam malam pelajar,” ujar Ruhli di Pendopo Bupati Cianjur, Rabu (23/7/2025).
Surat edaran mengenai jam malam ini akan dijadikan acuan bagi sekolah dalam mengawasi siswa, terutama ketika berada di luar rumah pada malam hari. Ruhli juga mengajak tokoh masyarakat untuk ikut terlibat dalam sosialisasi dan pengawasan.
Selain jam malam, Disdikpora juga menginstruksikan pembentukan layanan call center di setiap sekolah sebagai saluran komunikasi langsung antara pihak sekolah dan orang tua siswa.
“Call center ini penting agar ketika ada anak yang belum pulang, orang tua bisa langsung menghubungi sekolah. Ini untuk mempercepat tindakan antisipasi,” ujar Ruhli.
Menurutnya, keberadaan call center bisa memperkuat sinergi antara sekolah dan orang tua dalam pengawasan aktivitas siswa, terutama di luar jam sekolah.
Sekolah juga diminta untuk memberikan edukasi kepada orang tua mengenai pentingnya keterlibatan mereka dalam pengawasan anak-anak.
“Komunikasi dua arah antara sekolah dan orang tua harus dibangun. Dengan adanya call center, kami harap kepercayaan dan sinergi antar pihak bisa tumbuh, sehingga pengawasan terhadap anak semakin optimal,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang