Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Turun di Angka, Pengamat Sebut Kemiskinan di Jabar Makin Dalam dan Parah

Kompas.com, 15 September 2025, 07:04 WIB
Reni Susanti

Editor

BANDUNG, KOMPAS.com - Pengamat ekonomi Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Acuviarta Kartabi, mengingatkan pemerintah agar tidak cepat puas dengan turunnya angka kemiskinan di Jawa Barat.

Menurutnya, kualitas kemiskinan justru memburuk karena tingkat kedalaman dan keparahannya meningkat.

“Selama ini kan kita hanya melihat jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan. Padahal ada dua indikator lain yang jarang dibahas, yaitu indeks kedalaman (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Kalau melihat data BPS, dua indikator ini justru naik. Artinya persoalan kemiskinan semakin dalam dan semakin parah,” ujar Acuviarta dikutip dari Tribun Jabar, Senin (15/9/2025).

Baca juga: Dedi Mulyadi Soroti Pembangunan Karawang: Pemimpinnya Harus Ngerti ke Barat, ke Timur

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Jabar pada Maret 2025 mencapai 3,65 juta orang atau 7,02 persen dari total populasi. Angka ini turun tipis dari September 2024 sebanyak 3,67 juta orang.

Namun, indikator kedalaman kemiskinan (P1) naik dari 1,05 menjadi 1,17. Begitu juga dengan indeks keparahan kemiskinan (P2) yang meningkat dari 0,24 menjadi 0,29.

“Kalau P1 naik, berarti jarak pengeluaran mereka terhadap garis kemiskinan makin jauh. Butuh upaya yang lebih besar untuk mendorong mereka keluar dari garis kemiskinan,” kata Acuviarta.

Ia menambahkan, kenaikan P1 dan P2 lebih terasa di wilayah pedesaan.

“Persoalan kemiskinan di perdesaan itu jauh lebih kompleks. Jumlah penduduk miskin di kota memang lebih banyak, tapi dari sisi kedalaman dan keparahan kemiskinan, desa lebih parah,” ucapnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Saya Minta Maaf Bila Kinerja Saya Belum Memuaskan Semua Orang

Garis Kemiskinan dan Faktor Pangan

Menurut Acuviarta, perbedaan garis kemiskinan versi BPS dan Bank Dunia wajar karena indikator yang dipakai berbeda.

Namun, ia menekankan pentingnya menaikkan standar garis kemiskinan agar sejalan dengan upaya menurunkan jumlah penduduk miskin.

“Spiritnya sebenarnya bagaimana kita bisa meningkatkan garis kemiskinan ke depan sehingga indikator kemiskinan sejalan dengan upaya menurunkan jumlah penduduk miskin,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa 75 persen garis kemiskinan di Indonesia ditentukan oleh pengeluaran untuk makanan.

“Penanganan kemiskinan ke depan harus mendorong keterjangkauan masyarakat miskin terhadap kebutuhan makanan, terutama beras. Bantuan sosial berbasis pangan harus dioptimalkan,” kata Acuviarta.

Solusi: Lapangan Kerja dan Pertanian

Selain bantuan sosial, penciptaan lapangan kerja dinilai menjadi kunci.

“Penciptaan lapangan kerja harus dipercepat, baik melalui pengembangan sektor UMKM, pembangunan infrastruktur, maupun sektor pertanian,” ujarnya.

Ia menilai, sektor pertanian dan perdagangan paling banyak menyerap tenaga kerja.

“Karena tenaga kerja kita yang paling besar itu ada di sektor pertanian dan perdagangan. Jadi strategi penanggulangan kemiskinan harus menyasar dua sektor ini,” ucap Acuviarta.

Tantangan Daya Beli Petani

Acuviarta juga menyoroti penurunan nilai tukar petani (NTP) di Jawa Barat yang pada Agustus 2025 turun 0,53 persen menjadi 115,61.

“NTP itu mencerminkan daya beli petani. Kalau NTP turun, artinya pendapatan petani tertekan. Maka hilirisasi sektor pertanian dan perkebunan harus didorong supaya pendapatan petani naik,” katanya.

Selain itu, ia menilai program pemberdayaan ekonomi masyarakat perlu dievaluasi, mulai dari One Pesantren One Product, Petani Milenial, hingga program besar seperti Koperasi Merah Putih dan Makan Bergizi Gratis.

“Program-program itu perlu dilihat lagi efektivitasnya, benar tidak menyerap tenaga kerja. Evaluasi ini penting agar strategi penanggulangan kemiskinan lebih tepat sasaran,” kata Acuviarta.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Acuviarta Kartabi Ungkap Fakta Kemiskinan di Jabar Makin Dalam dan Parah

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Bandung
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Bandung
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Bandung
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
Bandung
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau