BANDUNG, KOMPAS.com - Harapan Dedi Solehudin di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, untuk melihat putranya meraih mimpi sebagai pesepak bola profesional berubah menjadi kecemasan panjang.
Sudah hampir tiga minggu ia menunggu kepastian nasib putranya, Rizki Nur Fadhila (18), yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan dipekerjakan di Kamboja.
Semua berawal dari tawaran seleksi di sebuah klub sepak bola di Medan, Sumatera Utara. Setelah sempat ditolak, Fadhil—begitu ia akrab disapa—akhirnya berangkat pada 26 Oktober 2025. Ia dijemput travel menuju Jakarta sebelum diterbangkan ke Medan.
Namun setibanya di sana, rute perjalanan putranya mendadak berubah. Dari Medan, ia dibawa ke Malaysia hingga akhirnya berakhir di Kamboja.
Baca juga: Setahun Disekap di Kamboja, TKI Ini Dipukul dan Dipaksa Menipu 140 Orang per Hari
“Dia (anaknya) diiming-imingi main bola di Medan, buat seleksi, anak saya emang suka bola,” ujar Dedi saat ditemui di rumahnya di Kampung Cilisung RT 05 RW 03, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Selasa (18/11/2025).
Sejak kecil, Fadhil memang aktif bermain sepak bola. Ia pernah mengikuti sekolah sepak bola, bermain di klub lokal, hingga sempat bergabung dalam Diklat Persib. Tawaran kontrak membuat keluarga percaya bahwa ini kesempatan emas untuk masa depannya.
Beberapa hari setelah keberangkatan, telepon masuk mengguncang keyakinan itu. Fadhil mengaku dijebak.
“Katanya, ‘Pak, Aa dijebak’. Ditanya dari mana, dia bilang dari Facebook,” tutur Dedi lirih.
Komunikasi dengan pihak perekrut terputus karena seluruh kontak yang dimiliki putranya dihapus.
Dari cerita Fadhil, kondisi di Kamboja jauh dari bayangan seleksi sepak bola. Ia dipaksa bekerja dengan target mencari calon korban penipuan daring, menyasar warga negara China yang dianggap kaya.
“Targetnya harus dapat 20 nomor orang China. Kalau enggak dapat, dia disiksa,” kata Dedi.
Menurutnya, sang anak dipukul berkali-kali dan dipaksa melakukan kerja fisik berat, termasuk mengangkat galon dari lantai satu sampai lantai 10.
Jam kerja berlangsung dari pukul 08.00 hingga tengah malam, kadang lebih lama jika target tidak tercapai.
“Dia tiap hari kerja dari jam 08.00 pagi sampai jam 12.00 malam,” ujarnya.
Meskipun dalam tekanan, Fadhil tetap berusaha mengirim pesan secara sembunyi-sembunyi. Semua pesannya selalu berisi permintaan tolong dan ketakutan akan keselamatannya.