BANDUNG BARAT, KOMPAS.com — Kawasan perkotaan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, mendesak untuk segera dibangun kolam retensi baru guna mengatasi masalah banjir yang kerap terjadi setiap kali hujan deras.
Pemerintah Kecamatan Lembang menilai, tidak ada pilihan lain selain menyiapkan ruang tampungan air baru, mengingat dua kolam retensi lama kini telah beralih fungsi dan tidak lagi memenuhi syarat teknis.
Kebutuhan akan kolam retensi ini semakin mendesak setelah Lembang berulang kali terendam banjir dengan ketinggian lebih dari 50 sentimeter dalam beberapa musim hujan terakhir.
Baca juga: Saat Warga Pronojiwo Kebingungan Harus Tinggal di Mana Usai Rumahnya Disapu Banjir Lahar Semeru...
Wilayah yang sebelumnya hanya terendam di kawasan Pasar Panorama kini meluas ke sejumlah desa, yang disebabkan oleh perubahan tata ruang dan hilangnya daerah resapan.
Camat Lembang, Bambang Eko Setyowahjudi menegaskan, pembangunan kolam retensi bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan untuk mengurangi debit air yang terkonsentrasi di kawasan perkotaan Lembang.
“Untuk penanggulangan banjir Lembang, ternyata Lembang tidak diciptakan memiliki saluran air ke Bandung. Karena kalau dialirkan ke Bandung, pasti banjir,” ujar Bambang di Lembang, Kamis (19/11/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan setelah Bambang berdiskusi dengan tim ahli yang diutus oleh Gubernur Jawa Barat, Deny Juanda.
Baca juga: Atasi Banjir, Bangunan di Bantaran Sungai Sidoarjo Akan Dibongkar
Dalam pertemuan itu, terungkap bahwa secara desain kawasan, Lembang memang tidak diperbolehkan membuang limpasan air hujan ke wilayah bawah seperti Kota Bandung.
Bambang menjelaskan, dua danau retensi lama, Situ Umar dan Situ PPI, sebenarnya masih bisa difungsikan kembali.
Namun, pemanfaatan ulang hanya mungkin jika Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil alih lahan tersebut.
Saat ini, kedua lokasi tersebut telah berubah total: Situ Umar menjadi kawasan wisata Floating Market, sedangkan Situ PPI telah bertransformasi menjadi permukiman padat penduduk.
“Ternyata Lembang itu dulunya punya danau retensi, tapi sekarang sudah hilang. Kami mengusulkan agar danau-danau itu dimunculkan kembali atau dihidupkan kembali,” tambahnya.
Bambang menegaskan, kolam retensi merupakan solusi paling realistis untuk menahan limpasan air hujan di kawasan tersebut.
Ia khawatir, tanpa penampungan yang memadai, debit air yang terus meningkat dapat memperparah risiko bencana di titik-titik baru.
“Kami mengusulkan agar danau retensi dihidupkan kembali untuk menampung limpahan air hujan, supaya Lembang tidak terus-menerus diterjang banjir,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan, opsi untuk mengalirkan air ke wilayah timur tidak dapat dilakukan.
Menurutnya, jalur seperti Jalan Maribaya hingga arah Pusdik Ajen atau Sespim Polri tidak mampu menahan debit air yang besar saat hujan ekstrem.
“Kalau air hujan dialirkan ke arah timur, tidak mungkin. Saat hujan terakhir, tembok roboh menimpa rumah warga di Desa Kayuambon karena debit air cukup besar. Jadi tidak mungkin diarahkan ke sana. Maka harus ada danau retensi," tandasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang