Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Nikah Sesama Jenis di Cianjur Diduga Alami Penyimpangan Gender

Kompas.com, 7 Mei 2024, 13:29 WIB
Faqih Rohman Syafei,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Psikolog Universitas Islam Bandung (Unisba) Stephanie Reihana menilai,  sosok ESH --seorang laki-laki yang mengaku sebagai perempuan dan menikahi seorang pria di Cianjur, mengalami masalah penyimpangan gender.

Penilaian ini didasari atas perilaku ESH yang menampilkan diri sebagai seorang perempuan demi bisa menipu AK (26), yang kemudian menikahinya.

Kasus penipuan ini menggegerkan publik karena sang suami yakni AK baru mengetahui bahwa istri yang dinikahinya secara siri itu ternyata seorang laki-laki beberapa hari setelah pernikahan.

"Kalau dari saya memandang masalah ini, ESH ini tampaknya ada penyimpangan gender."

"Bahwa orang itu lahir secara biologis laki-laki tetapi menyatakan diri sebagai lawan jenis, dan ada kasus lain sebaliknya," ujar Stephanie saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/5/2024).

Baca juga: Kronologi Terungkapnya Kasus Istri Ternyata Laki-laki di Cianjur

Stephanie menerangkan, perilaku penyimpangan gender yang dialami oleh ESH ini sangat berbeda dengan masalah orientasi seksual seperti gay maupun lesbian.

Meski ESH memiliki ketertarikan dengan terhadap laki-laki, tetapi yang membedakannya dalam kasus ini adalah, sejak awal AK ingin menikah dia sebagai seorang perempuan, bukan dengan sesama jenis.

"Kalau saya menangkapnya dari pihak pasangannya tidak ada kelainan. Tetapi tertipu oleh ESH yang sejak awal sudah mengelabui AK dengan berpakaian perempuan," kata Stephanie.

"Orang dengan masalah gender ini ingin benar-benar menjadi gender apa yang inginkannya, salah satunya dengan cara operasi kelamin yang disebut transgender."

"Dan ini menyalahi kodrat biologisnya, masalah penyimpangan gender ini adalah masalah penyimpangan kondisi psikologi yang tidak menerima gendernya sesungguhnya," tambah dia.

Kasus-kasus penipuan dengan memalsukan identitas gender semacam ini, menurut Stephanie, bisa terjadi lantaran kentalnya penolakan masyarakat Indonesia terhadap pria yang berperilaku kemayu dan juga sebaliknya.

Dengan demikian, "si penderita" akan memilih keluar dari lingkungannya, dan mencari tempat baru dengan menampilkan diri yang berbeda.

"Sehingga muncul perilaku menipu atau mengelabui, mencoba lingkungan lain yang tidak tahu gender aslinya."

Baca juga: Kasus Penipuan Nikah Sesama Pria di Cianjur, Pengantin Wanita Mengaku Bernama Adinda Kanza

"Dan dia unjuk dirinya sebagai perempuan, kalau ada perilaku menyimpang kemungkinan dikuatkan oleh masyarakat yang memandang tabu soal masalah gender ini," ucap Stephanie.

Di samping itu, Stephanie menyebut, tidak selalu seorang laki-laki yang berperilaku kemayu atau tidak menampilkan sisi maskulinitasnya menyukai sesama jenis.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau