BOGOR, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akan membentuk tim evaluasi perizinan bangunan yang berdiri di lahan yang tidak seharusnya.
Tim peninjau izin itu terdiri dari berbagai perguruan tinggi.
Hal itu disampaikan Dedi menyusul maraknya alih fungsi lahan di Jawa Barat.
"Pemprov Jabar sekarang akan membuat tim evaluasi perizinan di seluruh Jawa Barat yang menyangkut aspek-aspek alih fungsi lahan," kata Dedi usai memberi pengarahan kepada bupati dan wali kota se-Jawa Barat terkait pengendalian alih fungsi lahan di Ruang Serbaguna I Setda Kabupaten Bogor, Kamis (13/3/2025) malam.
Baca juga: Bertemu Menteri-Kepala Daerah Se-Jabar, Dedi Mulyadi Ungkap Alasan Benahi Lingkungan Mulai di Bogor
"Tim evaluasi ini terdiri dari para pakar di bidangnya dari berbagai perguruan tinggi. Kita akan melibatkan UI, ITB, UNPAD, UNPAR, MARANATA, dan perguruan tinggi lainnya," sambungnya.
Dedi menjelaskan, semua bangunan yang melanggar namun sudah memiliki izin akan dievaluasi oleh tim peninjau izin.
Tim itu juga nantinya akan meninjau dari berbagai aspek aturan lingkungan.
Setelah itu, hasil rekomendasi-nya akan disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) karena KLH memiliki kajiannya.
"Makanya saya meminta Kemen LH hari ini, mumpung kegiatannya masih berjalan, mumpung masyarakat lagi memberikan dukungan, berikan evaluasi yang tepat dan jelas," ujarnya.
Menurut Dedi, evaluasi ini perlu dilakukan agar para bupati dan wali kota mempunyai dasar pijakan saat mencabut izin bangunan yang melanggar.
"Tidak ganti bupati, ganti izin, ini juga nggak boleh. Ini regulasinya harus dijaga," tuturnya.
Di samping itu, Dedi juga meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk membongkar bangunan di area hutan lindung.
Dia menegaskan agar bangunan yang melanggar itu tidak hanya dipasangi plang peringatan.
"Saya meminta kepada Kementerian Kehutanan, Dirjen Penegakan Hukumnya, jadi kalau memang areal vilanya, rumah makannya, hotelnya di areal hutan lindung yang dia tidak memiliki izin, jangan dipasang plang, tapi bongkar," tegasnya.
Baca juga: Warga Desak Pemkab Karawang Serius Kelola TPA Jalupang, Ancam Lapor Dedi Mulyadi
Lebih lanjut, Dedi mengatakan bahwa ekosistem membutuhkan pembongkaran, bukan pemasangan plang.
"Apa sih tujuannya kalau sudah dibongkar? Kan airnya jatuh lagi ke tanah, meresap. Kalau dipasang plang saja, nanti habis plang, bulan Juni musim kemarau orang lupa lagi, nanti musim hujan bikin plang lagi dan kemudian kasihan para bupatinya, warga meminta bupati untuk membongkar, kan nggak boleh juga begitu," jelasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang