Editor
KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menanggapi soal penghapusan dana hibah Provinsi Jabar untuk pondok pesantren pada tahun anggaran 2025.
Dedi Mulyadi mengatakan, penghapusan itu dilakukan untuk membenahi tata kelola hibah.
"Ini upaya kami dalam membenahi manajemen tata kelola hibah agar hibah ini tidak jatuh pada pondok pesantren yang itu-itu saja," kata Dedi Mulyadi dikutip dari Antara, Kamis (24/4/2025).
Dedi pun berharap agar hibah tidak jatuh hanya pada lembaga atau yayasan yang memiliki akses politik, seperti terhadap DPRD atau gubernur.
Baca juga: Warga Cirebon Kaget, Kritik Dedi Mulyadi Ubah Nama Gedung Jadi Bale Jaya Dewata
"Karena itu, saya telah rapat dengan Kemenag seluruh Jabar. Ke depan, kami akan mengarahkan pada distribusi rasa keadilan," ucap Dedi.
"Kami akan mulai fokus membangunkan madrasah-madrasah, tsanawiyah-tsanawiyah, yang mereka tidak lagi punya akses terhadap kekuasaan dan terhadap politik," ujarnya.
Ditemui di Gedung Negara Pakuan Bandung, Rabu (23/4/2025) malam, Dedi mengatakan pertimbangan pemberian dana hibah nantinya adalah pertimbangan kebutuhan dan teknis, seperti pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di bawah Kementerian Agama (Kemenag).
"Jadi, bukan pertimbangan politis, karena selama ini bantuan-bantuan yang disalurkan kepada yayasan-yayasan pendidikan di bawah Kemenag itu, selalu pertimbangannya politik," ujarnya.
Baca juga: Pemprov Jabar Hapus Dana Hibah ke Ponpes, Sekda Ungkap Alasannya
Hal ini, kata Dedi, adalah untuk perbaikan sistem mekanismenya, terlebih diketahui juga banyak yayasan bodong yang mendapatkan bantuan, bahkan dengan nilai antara Rp 2 miliar sampai dengan Rp 50 miliar tiap yayasan.
"Jadi, ini adalah bagian audit kami untuk segera dilakukan pembenahan karena ini untuk yayasan-yayasan pendidikan agama, maka prosesnya pun harus beragama," tuturnya.
Sebelumnya, Pemprov Jabar mencukur rencana kucuran hibah ke sejumlah pesantren dalam pergeseran APBD 2025, di mana tercatat ada 370 lebih lembaga yang direncanakan bakal menerima kucuran hibah, yang tertera di Sub Pengelolaan Sarana dan Prasarana Spiritual.
Lembaga-lembaga itu akhirnya batal menerima hibah karena kebijakan pergeseran anggaran dan tersisa hanya pada dua lembaga, yakni Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Jabar dengan nilai Rp 9 miliar dan Yayasan Mathlaul Anwar Ciaruteun Udik di Kabupaten Bogor senilai Rp 250 juta.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang