CIREBON, KOMPAS.com - Nama Bale Jaya Dewata yang disematkan pada kantor Gedung Negara Kota Cirebon di Jalan Siliwangi dipersoalkan warga.
Warga merasa Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tidak memanusiakan warga Cirebon dengan tidak mengajak urun rembuk terlebih dahulu, tetapi langsung mengubah nama tersebut.
Pantauan Kompas.com di lokasi pada Kamis (24/4/2025) siang, papan nama Bale Jaya Dewata tampak belum lama dipasang oleh petugas.
Sebagian pelengkap masih dalam proses pengerjaan dan belum seutuhnya sempurna.
Baca juga: Keracunan Massal di Cianjur, Dedi Mulyadi: Hati-hati, Cek Higienitas
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sempat menyebut nama ini. Dedi Mulyadi berencana menggunakan gedung negara ini untuk rapat musyawarah perencanaan pembangunan (musrembang) Provinsi Jawa Barat beberapa bulan mendatang.
"Nanti, pemerintah provinsi akan membantu untuk bersama-sama mengevaluasi (pembangunan)," kata Dedi seusai menghadiri HUT Kabupaten Cirebon pada Senin (21/4/2025) siang.
"Tahun ini kami perjalanan di tengah ya, 2026 sudah ready, pembangunan terencana, dan nanti akan kami mulai di Musrembang Provinsi yang akan diselenggarakan di Balai Jaya Dewata, kantor Gubernur Jawa Barat wilayah Kacirebonan," tuturnya.
Jajat Sudrajat, pemerhati sejarah dan budaya Kota Cirebon, mengaku kaget nama gedung negara berubah. Dia merasa perubahan itu sangat tiba-tiba dan tanpa informasi apa pun sebelumnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Diancam Dibunuh, Pemprov Jabar Respons Serius
Dia menyayangkan sikap Dedi Mulyadi yang langsung mengubah nama tanpa urun rembuk dan meminta pendapat terhadap warga Kota Cirebon, yang kebetulan menjadi tempat kantor gubernur tersebut berada.
"Memang kantor itu milik Provinsi Jawa Barat, tetapi yang bikin saya kaget, kok tidak ada satu pun warga Cirebon yang diajak bicara, entah dari perwakilan keraton, pemerhati budaya, sejarah, sehingga tidak jadi polemik," kata Jajat saat ditemui di Cirebon, pada Kamis (24/4/2025) siang.
Menurut Jajat, Jaya Dewata memiliki nama muda, Raden Pamanah Rasa.
Setelah dinobatkan menjadi raja, namanya berubah menjadi Prabu Jaya Dewata yang memiliki nama lain, Prabu Siliwangi. Kata "Bale" berarti merujuk pada nama tempat.
Adapun, menurut Jajat, Prabu Siliwangi belum pernah ke Cirebon sehingga itu tidak tepat.
Baca juga: Tegaskan Banding Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung, Dedi Mulyadi: Kami Yakin Itu Aset Jabar
Jajat mencontohkan nama lain yang menurutnya bisa menjadi alternatif dan lebih tepat, antara lain Panembahan Losari, Pangeran Suci Manah, dan lainnya. Nama-nama tokoh budaya dan sejarah tersebut lebih bisa mewakili.
Raden Chaidir Susilaningrat, pemerhati budaya Cirebon, menyebut perubahan nama kantor gedung negara tanpa sepengetahuan banyak pihak, termasuk dirinya yang mengaku baru mengetahui melalui media sosial.