BANDUNG – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengevaluasi mekanisme pengajuan dan penyaluran dana hibah untuk yayasan dan pondok pesantren mendapat dukungan dari sejumlah organisasi keagamaan di Jabar.
Langkah tersebut dinilai penting untuk memastikan keadilan dan pemerataan dalam distribusi bantuan.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PW NU) Jabar, KH. Juhadi Muhammad, menyambut positif evaluasi tersebut. Ia menilai, penyaluran hibah harus dilakukan secara proporsional agar seluruh yayasan dan pesantren memiliki kesempatan yang adil untuk mendapatkan bantuan.
"Ya, menurut kami dari PW NU proporsional saja, yang setiap tahun dapat dan besar (anggarannya) ya digeserlah ke pesantren yang kecil yang belum pernah dapat atau dapat juga ya, tidak seberapa kan gitu," ujar KH Juhadi dalam keterangan tertulis, Senin (28/4/2025).
Baca juga: Sebut Ada Yayasan Bodong Penerima Hibah, Dedi Mulyadi Akan Audit Investigatif
Pihaknya pun mengapresiasi langkah Pemprov Jabar yang kembali membuka menu pengajuan bantuan untuk pesantren dan yayasan di Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) untuk APBD 2025.
"Sekarang sudah diralat oleh Gubernur, di SIPD-nya sudah dibuka juga, ya dibuat lebih proporsional. Ya, memang harus begitu. Harus proporsional dan juga jangan yang setiap tahun dapat terus, harus ada keadilan," tegasnya.
Dukungan serupa juga disampaikan Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Persis Jabar, Iman Setiawan Latif. Menurutnya, evaluasi penyaluran hibah sangat diperlukan demi menjunjung prinsip keadilan, transparansi, dan memastikan dana benar-benar berdampak bagi pengembangan pendidikan Islam.
"Persis Jabar sepakat, bahwa dana hibah pesantren harus tetap ada tapi didahului dengan evaluasi dan dioptimalkan dengan prinsip meritokrasi, transparansi, dan dampak nyata. Evaluasi harus menjadi momentum perbaikan, bukan sekadar rutinitas birokrasi belaka," ujar Iman dalam keterangan yang sama.
Ia juga menyarankan agar Pemprov Jabar melibatkan Kemenag serta organisasi masyarakat Islam dalam proses verifikasi penerima hibah.
"Ini untuk memastikan pesantren yang benar-benar membutuhkan dan memiliki program jelas serta mendapat prioritas," tambahnya.
Iman menekankan bahwa evaluasi perlu disertai kriteria yang terukur, seperti kelayakan proposal, rekam jejak pengelolaan dana, hingga dampak program terhadap masyarakat dan lingkungan.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman, menegaskan bahwa pengembangan pesantren dan pembangunan sarana prasarana keagamaan menjadi prioritas Pemprov Jabar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Rencana tersebut juga tercantum dalam Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) untuk APBD 2026.
“Termasuk dalam rancangan awal RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2025-2029," ujar Herman.
Ia menjelaskan, pengembangan pesantren meliputi pembangunan ruang kelas baru, perbaikan fasilitas, serta pengembangan program kegiatan. Sementara untuk sarana keagamaan, fokus diberikan pada pembangunan dan rehabilitasi masjid, mushola, perlengkapan ibadah, serta perbaikan Madrasah Aliyah (MA) negeri maupun swasta.
"Tempo hari Pak Gubernur dan Pimpinan DPRD Provinsi Jawa Barat sudah menandatangani nota kesepakatan rancangan awal RPJMD. Didalamnya dengan tegas mencantumkan kebijakan terkait pengembangan pesantren dan pembangunan keagamaan," pungkas Herman.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang