Salin Artikel

Jatuh Bangun Pengasuh Ponpes Ubah Limbah Aren Jadi Media Tanam Jamur Merang, Kini Hasilkan 80 Kg Jamur Per Hari

Setelah bagian dalam batang pohon aren diolah menjadi tepung aren, serabut aren dibiarkan begitu saja.

Pimpinan Pondok Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, Ustaz Irfan Saleh, kemudian berusaha keras agar limbah bisa diolah menjadi barang bermanfaat.

Dia kemudian mengubah limbah serabut aren menjadi media tanam jamur merang.

Serabut aren digunakan untuk mengganti merang padi sebagai media tanam jamur.

Perjalanan yang harus dilalui pimpinan pondok pesantren dalam mengubah serabut aren menjadi media tanam jamur merang, tidak mudah. Berbagai permasalahan harus ia lalui.

"Ada masalah limbah aren di kampung saya," kata Irfan Saleh mengawali perbincangan saat ditemui di kumbung atau tempat produksi jamur merang di Kampung Sarayuda, Selasa (5/7/2022).

Sebelum dipakai sebagai media tanam jamur merang, Irfan pernah mencoba mengubah limbah aren menjadi pakan sapi.

Namun pakan sapi hasil produksinya kalah bersaing dengan pakan sapi yang sudah beredar lebih dulu di pasaran.

"Pakan sapi gagal. Kita mencoba jamur merang," terang kiai muda yang mulai mendirikan pesantren pada 2017 ini.

Irfan kemudian mencari informasi di internet ihwal daerah produsen jamur merang. Akhirnya ketemu, di Karawang.

"Bismillah saya ke sana, ke Karawang," ujarnya.

Di Karawang, lanjut dia, rupanya kekurang media tanam berupa merang padi.

Kepada produsen jamur merang di sana, Irfan mengenalkan serabut aren sebagai media tanam jamur merang.

"Saya kenalkan serabut aren, saya bilang ingin ujicoba ini. Jangan pakai merang padi, tapi limbah kami. Namun (produsen jamur merang di sana) tidak mau (pakai limbah aren)," katanya.


Irfan kemudian menyewa lahan di Karawang untuk mengujicoba limbah aren tersebut. Dia membawa satu truk limbah ke sana.

"Alhamdulillah hasilnya lebih bagus dari merang padi," jelasnya.

Setelah hasilnya sangat baik, Irfan kemudian menjual limbah aren ke Karawang. Satu truk limbah dijual seharga Rp 1,5 juta.

"Lama kelamaan (menjual limbah Rp 1,5 juta) habis di ongkos. Akhirnya kita kembangkan di dekat sumber limbahnya, di sini (Ciamis)," katanya.

Irfan kemudian mencoba menanam jamur merang di kampung halamannya di Desa Sarayuda. Namun masalah kembali muncul.

"Rupanya beda suhu (antara di Ciamis dengan Karawang). Kita merugi selama 6 bulan," terangnya.

Namun Irfan tak menyerah. Dia terus membuat penelitian-penelitian. "Kita uji formula lagi," jelasnya.

Bahkan, ia menggandeng sejumlah ahli jamur dari kampus tempatnya menimba ilmu di Yogyakarta. Dia juga menghubungi LIPI Yogyakarta.

"Kita enggak menyerah. Kita belajar dari kegagalan. Sampai akhirnya ketemu formula, sampai kita untung," jelas Irfan.

Awal ujicoba, ia hanya membuat satu-dua kumbung. Kini setelah berhasil memproduksi jamur merang, sudah ada 25 kumbung.

"Sekarang sudah produksi 80-100 kilogram jamur per hari, target lebih dari ini," katanya.

Jamur hasil produksinya banyak dikirim ke luar kota seperti Pasar Caringin Bandung. Harganya lumayan, mencapai Rp 35 ribu per kilogram.

"Kita kirim ke sana (Bandung) lewat (angkutan) travel," ujarnya.

Permasalahan kembali muncul. Karena dikirim melalui travel, ketika jamur tiba di Pasar Caringin, gradenya turun.

"Kena macet di Nagreg, kemudian travel antar orang terlebih dahulu. Sampai Caringin jamur merang gradenya turun (karena lama di perjalanan)," kata Irfan.


Saat itu, lanjut dia, pesantrennya mengikuti even One Produk One Pesantren. Hasilnya, dia menyabet juara 1 se-Jabar.

"Dari situ, saya mulai banyak kenalan," ucapnya.

Irfan kemudian mendapat bimbingan dari LIPI Yogyakarta dan Bank Indonesia.

"Setelah saya paparkan sampai mana (perjuangan memproduksi jamu merang), terungkap permasalahan pascapanen, kami butuh mesin (agar jamur awet)," katanya.

Irfan menanyakan ihwal harga mesin pengalengan jamur ke LIPI Yogyakarta. Saat itu, kata dia, harganya cukup fantastis, yakni Rp 2 miliar.

"Setelah konsultasi, dibuat prototipe atau percontohan mesin skala kecil, skala rumah tangga.  Harganya Rp 400 juta," jelasnya.

Jamur yang mempunyai sifat cepat rusak, setelah menjalani proses pengalengan menjadi tahan lama. Bahkan bisa tahan sampai 1 tahun.

"Setelah pengalengan ini, kita bisa masuk pasar modern se-Indonesia," katanya.

Namun permasalahan kembali muncul. Irfan harus menempuh perizinan, diantaranya izin dari BPOM dan izin halal.

"Kalau izin sudah keluar, pasar sangat terbuka lebar," katanya.

Hasil dari penjualan jamur merang, lanjut Irfan, digunakan untuk kepentingan pendidikan para santri, di antaranya membangun kobong, beasiswa santri.

"Mungkin ini berkah doa santri," katanya.

Deputi Kepala Perwakilan BI Tasikmalaya, Nurtjipto menyampaikan apresiasi ihwal upaya Ponpes Raudhatul Irfan dalam mengolah limbah menjadi barang bernilai ekonomi.

Dalam membantu pesantren untuk memproduksi jamur merang, Bank Indonesia memberi bantuan mesin pengolahan jamur.

Dengan mesin ini, produk kemasan jamur akan bernilai lebih tinggi.

"BI memiliki kebijakan untuk mendorong ekonomi pesantren melalui pengembangan berbagai ekonomi usaha," katanya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/07/06/060651378/jatuh-bangun-pengasuh-ponpes-ubah-limbah-aren-jadi-media-tanam-jamur-merang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke