Salin Artikel

Menguak Penyebab Kematian 4 Korban Pembunuhan Berantai di Cianjur, Apakah Diracun?

KOMPAS.com - Empat jenazah korban pembunuhan berantai ditemukan di Kampung Babakan Mande, Desa Gunungsari, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Jabar), Kamis (19/1/2023).

Jenazah korban ditemukan di dua lokasi berbeda, yakni di rumah Wowon Erawan alias Aki dan Solihin alias Dulah.

Kedua nama tersebut, dan bersama Muhammad Dede Solehudin, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan di Cianjur dan Bekasi.

Kasus tiga anggota keluarga di Bantargebang, Kota Bekasi, yang tewas diracun, membuka tabir jejak pembunuhan di Cianjur.

Untuk mengungkap penyebab kematian keempat korban pembunuhan berantai di Cianjur, tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri dibantu tim Instalasi Forensik Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta, mengambil sampel tanah di dua lokasi penemuan jenazah pada Jumat (20/1/2023).

Tim Puslabfor Mabes Polri, Kompol Irfan, mengatakan, selain memastikan penyebab kematian para korban, pihaknya juga akan melakukan identifikasi untuk mengetahui identitas korban.

"Tugas kami untuk mengungkap identitas korban, dan apakah benar para korban ini dibunuh menggunakan racun," ujarnya di Cianjur, Jumat, dikutip dari Tribun Jabar.

"Tapi ini harus dilakukan identifikasi agar identitasnya jelas dan pasti. Untuk bahan kimia masih bisa ditemukan di dalam tanah, di tengah, maupun di bawah kerangka yang ditemukan di dalam lubang," sambungnya.

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya Irjen Fadil Imran menuturkan, ada empat jenazah yang ditemukan di Cianjur.

Keempat jenazah itu dikubur dalam tiga lubang. Dua di antaranya dikubur dalam satu liang. Saat ditemukan, jasad para korban hanya tinggal menyisakan tulang belulang.

Di lubang pertama, polisi menemukan kerangka bocah 2 tahun diduga berinisial B.

Lalu, di lubang kedua, terdapat dua jenazah yang dikubur dalam satu liang. Keduanya diduga bernama Noneng dan Wiwid.

Sedangkan, di lubang ketiga, terdapat kerangka diduga bernama Farida.

Kerangka manusia yang ditemukan itu, terang Fadil, ada yang meninggal dua tahun lebih dan ada yang baru dua bulan.

Agar identitas korban bisa dipastikan, polisi bakal melakukan serangkaian proses, antara lain identifikasi primer dan tes DNA.

"Tentu proses-proses memastikan identitas korban perlu dilakukan, tidak hanya berdasarkan pengakuan tersangka," ucapnya di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis.

Pihak keluarga dari dua nama yang diduga jadi korban pembunuhan berantai di Cianjur kini tengah menanti hasil tes DNA.

Kedua korban itu, Wiwid dan Noneng, merupakan warga Desa Pakuhaji, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jabar.

Hingga kini, pihak keluarga terduga korban belum bisa dimintai informasi perihal kasus pembunuhan berantai di Cianjur. Mereka belum percaya anggota keluarganya menjadi korban.

"Pihak keluarga belum yakin. Mereka menunggu dulu hasil tes DNA. Mereka belum percaya jika anggota keluarganya turut menjadi korban (pembunuhan berantai)," ungkap Kepala Desa Pakuhaji Heni Wartini, Sabtu (21/1/2023).

Heni menerangkan, pihak keluarga belum percaya bahwa Wiwid dan Noneng menjadi korban. Pasalnya, keduanya berpamitan untuk bekerja sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) sejak akhir 2020.

"Keduanya lost contact sudah bertahun-tahun. Pihak keluarga tahunya mereka sedang bekerja di luar negeri," tuturnya.

Menurut Hani, kedua terduga korban itu masih mempunyai hubungan keluarga dengan Wowon. Wiwid merupakan istri Wowon, sedangkan Noneng adalah mertua Wowon.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Bandung Barat dan Cimahi, Bagus Aji Panuntun | Editor: Dheri Agriesta, Abdul Haris Maulana)

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Tim Puslabfor Mabes Polri Bawa Sampel Tanah dari 2 Titik Penemuan Jenazah Korban Keganasan Wowon

https://bandung.kompas.com/read/2023/01/21/145014978/menguak-penyebab-kematian-4-korban-pembunuhan-berantai-di-cianjur-apakah

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com