BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa penerbitan surat edaran yang dilakukannya merupakan langkah mitigasi bencana.
Hal ini menyusul kritik dari pakar hukum yang menilai surat edaran tidak boleh menabrak aturan karena memiliki kekuatan hukum yang lemah.
Sebelumnya, Pakar Hukum dari Universitas Islam Bandung (Unisba), Rusli K. Iskandar, mengingatkan kepala daerah, termasuk Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang gemar mengeluarkan surat edaran (SE).
Selama menjabat, Dedi Mulyadi sudah beberapa kali mengeluarkan SE, seperti larangan study tour dan wisuda, penerapan jam malam, pembinaan karakter di barak, penghapusan tunggakan PBB, donasi harian Rp 1.000, pengaturan operasional kendaraan ODOL, dan lainnya.
Baca juga: Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Mantan Bupati Purwakarta itu mengakui bahwa secara hierarki, surat edaran memang tidak lebih tinggi dari undang-undang maupun peraturan daerah.
Namun, menurut dia, kondisi Jawa Barat saat ini berada dalam situasi kebencanaan yang membutuhkan respons cepat.
"Saya memahami bahwa surat edaran yang dikeluarkan itu pasti memiliki kekuatan hukum yang lemah, jauh di atas undang-undang. Saya memahami itu. Namun, situasi kita hari ini adalah situasi kebencanaan, di mana banjir terus terjadi, longsor terus terjadi," ucap Dedi dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Minggu (14/12/2025).
Dedi menyebut bahwa bencana yang berulang terjadi tidak terlepas dari kesalahan tata ruang dan perizinan.
Akibatnya, banyak bangunan berdiri di kawasan rawan bencana.
Baca juga: Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Kesalahan tersebut, lanjutnya, berawal dari penetapan tata ruang yang keliru hingga berujung pada izin mendirikan bangunan yang tidak tepat.
"Sehingga banyak bangunan yang dibangun di atas rawa. Banyak bangunan yang dibangun di atas permukaan sawah. Banyak bangunan yang dibangun di atas daerah aliran sungai. Banyak bangunan yang dibangun di atas perbukitan yang memiliki potensi bencana," katanya.
Dedi menilai terdapat kekeliruan dalam penyusunan regulasi daerah maupun penerbitan izin bangunan yang berpotensi menimbulkan bencana.
Oleh sebab itu, surat edaran diterbitkan sebagai langkah pencegahan.
"Kekeliruan itu berpotensi menimbulkan bencana sehingga surat edaran itu adalah sebagai upaya mitigasi untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar," tegasnya.
Gubernur menegaskan bahwa dalam kondisi darurat, keselamatan warga menjadi prioritas utama pemerintah.
Aturan tidak akan bermakna jika bencana menelan korban jiwa.
Baca juga: Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi menambahkan bahwa pemimpin harus memiliki tanggung jawab untuk mengambil kebijakan strategis guna melindungi masyarakat.
"Pemimpin harus mengambil kebijakan-kebijakan strategis. Untuk apa? Melindungi warganya dari bencana," tuturnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang