Salin Artikel

Harga Beras Naik, Pedagang di Pasar Soreang Keluhkan Sepi Pembeli

Berbagai jenis beras di Kabupaten Bandung mengalami kenaikan harga mencapai Rp 2.000 per kilogram.

Kandi (27) seorang pedagang beras di Pasar Soreang mengungkapkan nasibnya seperti sudah jatuh tertimpa tangga.

Pasalnya, saat harga beras meroket, ia kerap menerima komplain dan protes dari pembeli atau pelanggannya.

Sekarang, kata dia, sudah beberapa hari sepi pembeli.

"Wah sudah enggak hitung yang protes ke saya mah, mereka nanyain terus kenapa naik. Mungkin ada sekitar 80 persen semua jenis beras naik. Kalau ke pembeli saya jelasin apa adanya saja," katanya saat ditemui, Jumat (29/9/2023).

Tidak sedikit juga, kata dia, pembeli yang hanya bertanya alasan beras naik dan tidak jadi membeli.

"Kemarin protes kenaikan harga, sekarang bagian pembeli yang ngilang," katanya sambil tersenyum.

Ia menjelaskan, beras yang saat ini dijualnya mulai harga yang paling murah yakni Rp 13.000 per liter, hingga yang paling mahal Rp 15.000 per liter.

"Rata-rata kenaikan harga beras dari  setiap jenis Rp 2.000 dari harga sebelumnya," terang dia.

Kandi berharap, harga beras segera stabil kembali dan pembeli bisa kembali berdatangan.


Hal serupa juga dirasakan, Nundang (45) yang juga berjualan beras di Pasar Soreang.

Nundang mengungkapkan, kenaikan beras yang saat ini terjadi, tidak begitu  saja naik secara tiba-tiba.

Awalnya, kata dia, di bulan Agustus harga beras sempat mengalami kenaikan Rp 1.000, namun sekarang berlangsung naik mencapai Rp 2.000 per liternya.

"Kenaikannya berangsur, mulai bulan Agustus, awalnya naik Rp 1.000, lalu ratusan rupiah, hingga akhirnya kenaikan mencapai Rp 2.000," katanya.

Meski mengalami kenaikan, Nundang mengaku tak mengalami kesulitan soal stock beras. Begitu pula dengan para pedagang yang lain.

"Stok banyak, cuman harganya saja naik," ungkapnya.

Baik Nundang dan Kandi, mendapatkan suplai beras dari wilayah Majalengka, Kuningan, Cianjur dan Jatiwangi, bahkan ada pula suplai dari Yogyakarta dan Seragen.

"Kalau beras lokalnya paling dapat di daerah Soreang dan Ciparay, itu pun jumlahnya hanya sedikit," tuturnya.

Nundang mengungkapkan, biasanya dikirimi beras dari suplier dua minggu sekali, yang dari luar daerah banyaknya 10 ton dan kalau yang di daerah hanya 5 ton.

"Sehari saya bisa menjual rata-rata, sebanyak 1 ton, tapi sekarang sedikit berkurang. Paling berkurang sekitar 20 persennya," ucapnya.

Menurutnya, berkurangnya pembeli bukan hanya karena adanya kenaikan harga. Namun, ada banyak bantuan sembako yang digelontorkan oleh pemerintah.

"Sekarang kan ada bantuan sembako atau beras dari pemerintah, jadi pembeli sedikit berkurang," kata dia.

Ia berharap, pemerintah bisa  mengontrol harga dan menyetabilkan harga, supaya penjualannya stabil dan masyarakat tak keberatan.

"Kembali normal saja lah, biar bisa berjalan seperti biasanya," ungkap Nundang.

https://bandung.kompas.com/read/2023/09/29/180542178/harga-beras-naik-pedagang-di-pasar-soreang-keluhkan-sepi-pembeli

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com