Salin Artikel

Alarm Tak Berbunyi, Warga Pameuntasan Kaget Disergap Banjir Setinggi Satu Meter

Hujan yang mengguyur wilayah Kabupaten Bandung sejak sore mengakibatkan aliran Sungai Muara Ciwidey meluap.

Pantauan di lapangan, luapan Sungai Muara Ciwidey yang melintasi jembatan sudah mulai surut.

Hanya saja, di bagian pemukiman warga masih tergenang dengan ketinggian beragam, mulai dari 50 sentimeter hingga satu meter lebih.

Beberapa warga terlihat bergotong-royong membersihkan lipir dan air dari dalam rumah menggunakan alat seadanya.

Sementara itu, arus lalu lintas di jalur tersebut terputus.

Jalur tersebut menghubungkan antara Katapang menuju wilayah Kutawaringin, tepatnya di daerah Stadion Si Jalak Harupat (SJH).

Dewi Natalia (52), warga setempat, mengatakan hujan mulai turun pukul 14.00 WIB.

Saat itu, warga sudah mulai mengecek ke jembatan untuk melihat kondisi air.

Dia menyebut, kondisi aliran Muara Ciwidey tergantung pada kondisi cuaca di wilayah Ciwidey.

"Nah, kita kan suka nanya ke orang-orang di Ciwidey gitu. Situasi di Ciwidey itu gimana, aman enggak? Tadi dapat info katanya ada longsor sama air, pokoknya air siap-siap gitu. Terus kita cek juga ke jembatan," ujarnya ditemui di lokasi, Kamis (4/12/2025).

Alarm tak berbunyi

Dewi dan warga lainnya sempat menunggu bunyi alarm penanda banjir yang terpasang di jembatan.

Namun, hingga air datang, alat tersebut tidak kunjung memberikan peringatan.

"Nah, di jembatan. Ternyata airnya sudah tinggi, tapi di situ kan ada yang bunyi gitu ya. Tapi itu enggak bunyi-bunyi gitu. Terus kenapa ini kapan bunyinya gitu," katanya.

Selain alarm, kata Dewi, pemerintah sudah menyiapkan perangkat untuk menahan lajur aliran sungai agar tidak meluap. "Semacam tanggul sungai, dari karung, tapi untuk hari ini ya kaya gini," ungkapnya.

Dia membenarkan bahwa semua rumah warga di RW 11 terdampak. "Hampir semua kena," tambahnya.

Meski begitu, wilayah tersebut memang kerap terdampak banjir, namun tergantung pada kondisi aliran Sungai Ciwidey.

Jika banjir, warga sudah bersiap membersihkan rumah hingga malam.

"Kalau rumah saya depannya pakai penghalang, kalau belum pakai bersihin rumah bisa sampai jam 03.00 WIB," ujarnya.

Lebih parah 

Dewi menyebut, banjir hari ini lebih parah dibandingkan dengan banjir yang terjadi pada tahun 2012.

"Kalau warga kita merasa yang paling parah itu tahun 2012, sekarang kayanya lebih parah," ucap Dewi.

Sementara itu, Rahmawati (39) mengaku kaget, karena air datang hanya dalam hitungan menit.

“Awalnya cuma air selokan yang naik, kami pikir biasa saja. Tapi dalam hitungan menit, air sudah sepaha orang dewasa. Kami panik karena belum sempat menyelamatkan banyak barang,” katanya.

Rahmawati mengatakan, banjir kali ini merupakan yang tertinggi selama dua tahun terakhir.

Ketinggian air mencapai sekitar satu meter di beberapa titik, khususnya rumah-rumah yang berada lebih dekat dengan bantaran sungai.

“Saya langsung keluar. Airnya deras sekali. Kami takut kalau nanti makin naik,” ujarnya.

Hingga Kamis malam, air belum berangsur surut, lumpur tebal masih tampak di sebagian rumah warga.

Warga berharap pemerintah segera melakukan penanganan permanen pada area sungai untuk mencegah luapan serupa tidak lagi terjadi.

https://bandung.kompas.com/read/2025/12/05/061454778/alarm-tak-berbunyi-warga-pameuntasan-kaget-disergap-banjir-setinggi-satu

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com