Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Mata Ridwan Kamil di Sumur Doa Museum Tsunami Aceh

Kompas.com - 26/12/2021, 08:45 WIB
Dendi Ramdhani,
Andi Hartik

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Langkah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terhenti di lorong masuk Museum Tsunami Aceh, Sabtu (25/12/2021). Lorong itu terasa sunyi, gelap dan sedikit pengap dengan gemericik air yang menempel di dinding kanan.

Tidak jauh di depan, jalan mulai terang disambut sorot matahari.

Emil, sapaan akrabnya, datang ke Aceh untuk menghadiri peringatan Tsunami Aceh yang akan dilaksanakan Minggu (26/12/2021). Ia pun menyempatkan diri datang lebih dulu untuk melihat bangunan paling emosional yang pernah ia desain saat menang sayembara pada tahun 2007 lalu.

"Di sini lorongnya gelap dan perlahan menemukan cahaya dari matahari. Filosofinya, setelah ada kesedihan datang lah energi kebangkitan," kata Emil ketika mengunjungi Museum Tsunami Aceh.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa dan Tsunami Aceh 26 Desember 2004

Langkah Emil kembali terhenti ketika sampai di Sumur Doa. Bagian dalam museum berbentuk bulat yang sekelilingnya penuh dengan nama para korban. Di tengah Sumur Doa, cahaya matahari menembus menara beratap kaca bertuliskan lafaz Allah.

Emil semakin terharu ketika mendengar lantunan ayat suci Alquran dari audio yang membuat suasana hening penuh perenungan. Ia tak kuasa meneteskan air mata saat ditanya makna dari Sumur Doa itu.

"Ini bagian museum yang paling emosional bagi saya," ucap Emil dengan nada terbata.

Baca juga: Euforia Timnas Menang Lawan Singapura, Ridwan Kamil Traktir Pengunjung Kafe di Banda Aceh

Sambil termenung menatap rentetan nama korban, ia teringat saat mendesain bangunan itu. Emil mengaku perlu waktu cukup lama untuk membuat bangunan yang punya cerita traumatik dan memilukan namun tetap bisa diterima oleh warga Aceh.

"Karena sayembara ya sekitar dua bulan desainnya. Tapi proses pencariannya yang inten. Mencari cara sederhana mengingatkan betapa suasana berkabung ada sisi takut, ada basah, gelap, menggambarkan suasana hati di detik orang yang kena tsunami," turur Emil.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat meninjau Museum Tsunami Aceh, Sabtu (25/12/2021).KOMPAS.COM/DENDI RAMDHANI Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat meninjau Museum Tsunami Aceh, Sabtu (25/12/2021).

Emil lalu melihat atap museum yang penuh dengan bendera negara yang kala itu membantu Aceh selama bencana. Di samping bendera tersemat kata 'damai' dari berbagai bahasa.

"Banyak meneteskan air mata saja dalam proses sketsanya, termasuk saat presentasinya juga terbata-bata. Kalau saya tidak ada, ini warisan buat orang Aceh," katanya.

Emil mengakui bangunan ini syarat akan makna. Sebab, bangunan itu satu-satunya yang ia desain dengan tema kesedihan.

Baca juga: Ridwan Kamil Pastikan Pelaksanaan Misa Natal di Jabar Aman dan Lancar

"Ini museum mengingat tragedi. Belum pernah seumur hidup saya seperti ini kebanyakan kan arsitektur ibadah, arsitektur kebahagiaan kalau ini arsitektur kesedihan. Ini diresmikan Pak SBY tahun 2009, banyak sekali korbannya 250 ribu jiwa," jelasnya.

Mengenang Tsunami Aceh

Tepat pada 26 Desember 2004 lalu, pesisir Aceh disapu gelombang tsunami dahsyat pasca-gempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia.

Gempa yang terjadi, bahkan disebut ahli sebagai gempa terbesar kelima yang pernah ada dalam sejarah.

 

Kejadian itu terjadi pada Hari Minggu, hari yang semestinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati libur akhir pekan bersama.

Tapi tidak dengan Minggu saat itu, masyarakat justru harus berhadapan dengan alam yang tengah menunjukkan kekuatannya, sungguh kuat.

Tsunami Aceh didahului gempa yang terjadi pada pukul 07.59 WIB. Tidak lama setelah itu, muncul gelombang tsunami yang diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik atau 360 kilometer per jam.

Gelombang besar dan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga, binatang ternak, menghancurkan permukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret satu unit kapal ke tengah daratan.

Kapal itu adalah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga lima kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan.

Sehari setelah kejadian, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.

Berdasarkan laporan Kompas.com pada 26 Desember 2020, jumlah korban dari peristiwa alam tersebut disebut mencapai 230.000 jiwa. Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com