Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stunting di Jabar Tinggi, BKKBN: Banyak Warga Desa Jual Sayur untuk Beli Mie Instan

Kompas.com, 27 April 2022, 13:25 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Meski sudah menurun, angka stunting di Jawa Barat masih terbilang tinggi.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jabar, Wahidin mengatakan, angka prevalensi stunting di Jabar saat ini mengalami penurunan signifikan.

"Dari 31,5 persen pada 2018, kini berada di angka 24,5 persen atau setara nasional, yakni 24,4 persen," ujar Wahidin kepada Kompas.com di Bandung, Selasa (26/4/2022).

Baca juga: Bocah 3 Tahun Disiksa Orangtua Selama 2 Tahun, Alami Stunting karena Hanya Diberi Makan Mi Mentah

Wahidin menjelaskan, meski mengalami penurunan signifikan, angka prevalensi stunting Jabar masih tergolong tinggi. Penyebabnya adalah faktor banyaknya jumlah penduduk di Jawa Barat.

“Secara nasional memang terlihat besar karena yang stunting ada sekitar 5,3 juta atau 20 persen,” ungkap Wahidin.

Selain itu, disparitas angka stunting antarkabupaten/kota di Jawa Barat juga masih lebar. Saat ini, ada daerah dengan prevalensi tertinggi, yakni 35 persen dan terendah 12 persen.

Baca juga: Kecelakaan Karambol di Semarang, Ini Identitas Korban yang Tewas

Ia enggan menyampaikan daerah kantung stunting terbesar. Namun daerah di Jabar yang sudah berada di bawah standar nasional ada dua yakni Depok dan Bekasi.

"Depok dan Bekasi sudah di bawah 14 persen,” tutur dia.

Salah satu penyebab masih tingginya angka prevalensi stunting di Jawa Barat, adalah pola asuh orangtua. Salah satunya terkait asupan gizi makanan.

Padahal Jawa Barat dikenal sebagai lumbung pangan. Bahkan di pedesaan, begitu banyak sayuran yang bisa dikonsumsi warga. Namun banyak warga desa yang menjual sayuran yang ditanamnya.

“Mereka malah jual sayur, hasilnya beli mie (instan). Warga kita di daerah pelosok juga kebanyakan suka makanan instan. Itu sangat berpengaruh,” kata Wahidin.

Baca juga: Tekan Angka Stunting di Ponorogo, Menko PMK Minta Tradisi Pernikahan Sedarah Dihentikan

Padahal makanan instan ini tidak mengandung gizi. Disaat orang kota mulai meninggalkan makanan instan, yang di desa justru menjual hasil taninya untuk membeli makanan instan.

Salah satu alasan yang digunakan orangtua, anaknya tidak memiliki nafsu makan jika diberi makanan-makanan berupa sayuran atau makanan kaya nutrisi lainnya.

Karena itu, orangtua memilih makanan instan karena ingin melihat anaknya lahap makan.

Dari data yang diperoleh Kompas.com, beberapa daerah di Jabar dengan kasus stunting tinggi adalah Kabupaten Garut, Cianjur, Bandung, dan Kota Cirebon.

Padahal empat daerah tersebut merupakan penghasil pangan. Misal Cianjur terkenal dengan berasnya, Garut terkenal dengan kulit sapi dan dombanya. Begitupun Cirebon terkenal dengan ikannya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau