Ia berpendapat, mungkin ide pemerintah menggunakan aplikasi PeduliLindungi untuk membeli minyak goreng adalah untuk mengontrol perputaran minyak atau mempercepat proses transaksi.
Namun kenyataan di lapangan, kata Engkus, proses ini memperlambat dan membuat pedagang harus kerja ekstra.
"Kalau harus jujur emang nggak praktis, nambah kerjaan iya. Saya harus data, buka HP, harus melayani pembeli, udah lapis tuh kerjanya," kata dia.
Sementara itu, salah satu pembeli di pasar tradisional Banjaran, Tati Kustiati (37) mengaku kerepotan dengan keinginan pemerintah tersebut.
Baca juga: Jual Minyak Goreng Curah Pakai Pedulilindungi, Pedagang: Bikin Ribet Saja, Kita Gaptek
Tati merasa tak nyaman harus membawa HP ke pasar, terlebih soal keamanan.
"Kita nggak bisa menjamin yah. Seketatnya keamanan di pasar, bisa aja ada copet. Ini bukan merendahkan pasar ya, tapi saya lebih ke situ khawatirnya," kata Tati.
Selain itu, Tati juga merasa aneh dengan tujuan pemerintah menggunakan PeduliLindungi untuk pembelian minyak goreng.
"Gak ngerti juga, saya pikir untuk mempermudah ternyata praktiknya repot dan gak maksimal," tuturnya.
Sebagai masyarakat kecil, Tati hanya meminta pemerintah tidak merepotkan rakyat.
Pasca langkanya minyak goreng, ia mengaku tersiksa dengan situasi tersebut.
"Kan baru kemarin tuh langka, harga selangit, banyak penipuan. Ya, yang saya rasain tuh pengennya pemerintah sadar dan ngerti aja. Tahunya, kondisi sekarang makan makin rumit," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang