Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beli Pertalite Pakai MyPertamina, Warga Sumedang Takut Datanya Disalahgunakan untuk Pemilu

Kompas.com, 29 Juni 2022, 15:06 WIB
Aam Aminullah,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

SUMEDANG, KOMPAS.com - Warga Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, mengaku khawatir data yang digunakan untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) via aplikasi MyPertamina, disalahgunakan untuk kepentingan segelintir pihak jelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Diketahui, rencana pemerintah terkait penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian Pertalite ini akan berlaku mulai 1 Juli 2022.

Baca juga: Beli BBM Subsidi Pakai MyPertamina, Warga Tasikmalaya: Bagus, Biar Mereka Sulit Beli Solar buat Penambangan Pasir Ilegal

Seperti diketahui, tujuan pemerintah memberlakukan aturan ini untuk memperketat pembelian pertalite dan solar bersubsidi. Jadi, hanya masyarakat yang sudah terdaftar di aplikasi MyPertamina yang bisa membelinya.

Baca juga: Pro Kontra Beli Pertalite Pakai MyPertamina di Ciamis, Ada yang Kebingungan dan Mendukung

Warga Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan Dani Ramdani (37) mengatakan, sudah mendengar informasi terkait penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian Pertalite ini dari media sosial.

Baca juga: Belum Dimulai, tapi Warga Sudah Terbayang-bayang Ribetnya Beli Pertalite Pakai MyPertamina

Namun, Dani mengaku khawatir data pribadi yang ia daftarkan ke aplikasi MyPertamina ini digunakan untuk kepentingan pihak tertentu.

Baca juga: 4 SPBU di Sumbar ini Bakal Bantu Anda Daftar MyPertamina, Cek Lokasinya

"Saya dengar di media sosial. Banyak postingan-postingan yang menyatakan bahwa aturan ini dibuat untuk mengumpulkan data jelang Pemilu. Terus terang saya sendiri khawatir, katanya data kita nanti akan dipakai untuk kepentingan Pemilu," ujar Dani kepada Kompas.com di SPBU Samoja, Kecamatan Sumedang Selatan.

Dani menuturkan, terlepas dari kekhawatiran tersebut, diberlakukannya aturan ini hanya akan menambah beban kepada warga.

"Saya kira aturan ini juga tidak efektif bagi masyarakat. Karena akan menambah beban. Saat membeli Pertalite harus buka aplikasi, pasti butuh waktu lama, otomatis antrean yang panjang di SPBU akan makin panjang," tutur Dani.

Hal senada juga disampaikan Gilang Pamungkas (33), warga Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang.

Menurut Gilang, kebijakan pemerintah ini hanya akan membebani masyarakat.

Selain itu, masyarakat yang berada di pinggiran perkotaan masih banyak yang gagap teknologi (Gaptek), bahkan tidak memiliki smartphone.

"Tentunya, dengan adanya aturan ini akan mengubah kebiasaan warga membeli bensin di SPBU. Bila tujuannya membatasi pembelian pertalite, saya rasa ini tidak efektif dan efisien. Yang ada warga makin dibebani, dan pastinya antrean di SPBU akan semakin panjang, akan semakin lama," ujar Gilang kepada Kompas.com di Alun-alun Sumedang.

Warga lainnya, Yudistira (39) menuturkan, jika tujuan dari kebijakan ini adalah pembatasan pembelian pertalite, akan lebih efektif jika pemerintah tidak menggunakan aplikasi MyPertamina.

"Saya rasa pakai stiker akan lebih efektif. Jadi kendaraan yang bisa beli pertalite itu ditempeli stiker. Nanti petugas SPBU scan barcode stiker itu. Dengan cara itu, warga tidak terbebani dan mereka yang tidak punya smartphone masih bisa menggunakan pertalite, jadi kebijakannya bisa efektif dan tepat sasaran," sebut Yudistira.

Sementara itu, Pengawas SPBU 34-45326 Barak, Sumedang Utara, Agus mengatakan, Kabupaten Sumedang belum akan memberlakukan kebijakan penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian Pertalite pada 1 Juli 2022.

"Pada 1 Juli nanti, kebijakan ini baru akan berlaku di tiga daerah, yaitu di Bandung, Tasikmalaya, dan Ciamis. Jadi Sumedang mah belum akan berlaku. Dan sampai sekarang, belum ada informasi juga kapan akan diberlakukan di Sumedang," ujar Agus.

Kemungkinan SPBU di Sumedang baru akan memberlakukan kebijakan ini setelah selesai masa uji coba di tiga daerah tersebut.

"Bisa jadi nanti kalau uji coba di tiga daerah ini berhasil maka di Sumedang akan mulai diberlakukan. Tapi, meski di Sumedang ini belum pasti kapan berlakunya, sedari sekarang kami sudah mulai menyosialisasikannya ke warga. Jadi bila nanti kebijakan ini berlaku, warga juga sudah siap," kata Agus.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau