Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Siswa TK dan SD Buddha Bagikan Takjil pada Pejalan Kaki di Cirebon...

Kompas.com - 29/03/2023, 14:01 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Reni Susanti

Tim Redaksi

CIREBON, KOMPAS.com – Pemandangan menyejukkan tampak di depan Wihara Dewi Welas Asih, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat.

Sejumlah siswa-siswi Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Buddha Asoka Manggala Kota Cirebon, membagikan takjil kepada warga yang melintas. 

Sejumlah guru, orangtua, dan pihak wihara juga mendampingi kegiatan ini. Mereka bersama-sama menghampiri tiap warga yang melintas, seperti pejalan kaki, pemotor, tukang becak, hingga pengemis. 

Baca juga: Pelaku Bacok Mantan Ketua KY dan Putrinya karena Utang Rp 7 Juta

Kemudian anak-anak ini dengan riang gembira menghampiri mereka. Mereka membagikan satu persatu bingkisan takjil tersebut kepada penerima.

Setianingrum Wahyu Wijaya (10), salah satu peserta, tampak begitu senang dan bersemangat hingga beberapa kali membagikan bingkisan takjil kepada beberapa orang yang melintas. 

“Senang. Senang sekali. Saya ikut ngasih takjil, ke ibu yang sedang bermotor, tukang becak, bersepeda, dan lainnya. Kita senang belajar toleransi umat beragama,” kata siswi yang kini duduk di kelas 5 SD Buddha tersebut kepada Kompas.com, Senin (27/3/2023) petang. 

Baca juga: Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Masjid dengan Ornamen Era Hindu-Buddha yang Jadi Pusat Penyebaran Islam di Cirebon

Pelajar yang memiliki nama panggilan Amoy ini mengungkapkan, dirinya datang sebelum kegiatan berlangsung. Dia ikut sibuk merapikan bingkisan, melaksanakan kegiatan hingga selesai. 

Meski aksinya sederhana, Amoy senang karena dapat membantu orang untuk berbuka puasa. Dia berharap, warga yang sedang melaksanakan ibadah puasa dapat berbuka dengan baik dan selalu menjalankan ibadah dengan senang hati. 

“Kita juga senang bisa membantu teman-teman untuk berbuka puasa. Kita berharap bisa berbuka puasa dengan baik dan senang hati,” tambah Amoy, ditemani Natalia Margareta (10), teman sekelasnya.

Salah satu penerima takjil yang merupakan pekerja di Pelabuhan Cirebon mengapresiasi cara yang dilakukan anak-anak.

Dia berterima kasih setelah mendapatkan takjil dari anak-anak saat melintas di depan Wihara Welas Asih.

“Habis kerja cari ikan di pelabuhan. Ini mau pulang ke Suranenggala, alhamdulillah senang. Saya ucapkan terima kasih,” kata Ruslam saat ditemui di lokasi. 

Catur Widyaningsih, Penyuluh Agama Buddha Kementerian Agama Kota Cirebon tak menyangka siswa-siswi TK dan SD ini antusias menerima ajakan kegiatan membagikan takjil. Mereka datang sebelum kegiatan dimulai.

Kegiatan ini sebagai upaya sekolah, guru, dan orangtua siswa mengenalkan nilai-nilai perbedaan serta menanamkan rasa toleransi beragama sejak dini.

“Para pelajar ini dari sekolah Mingguan Buddha Asoka Manggala Kota Cirebon. Yang ikut serta kali ini sekitar 14 pelajar. Mereka antusias sekali, anak-anak dikabarin mau kegiatan senang sekali, dan berkumpul sebelum jam yang ditentukan,” kata Widya kepada Kompas.com.

Secara substansi, pihaknya menegaskan pentingnya pembelajaran toleransi sejak dini.

Menurutnya, pengenalan tentang perbedaan harus dilakukan sejak dini agar anak tumbuh dengan cara berpikir yang terbuka dan menerima banyak perbedaan. 

Justru dari perbedaan ini, anak-anak mendapatkan banyak ilmu, pengalaman, dan juga saudara sesama kemanusiaan. 

“Kami ingin mengajarkan kepada mereka sedari kecil untuk peka terhadap lingkungan, mengenal toleransi, mengenal perbedaan, serta menumbuhkan kasih sayang di dalam diri anak-anak,” tambah Widya

Widya menyebut, kegiatan ini rutin dilakukan tiap angkatan untuk melestarikan budaya pembelajaran yang baik untuk generasi berikutnya.

Menumbuhkan Toleransi Aktif

Alifatul Arifiati, Dosen Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), yang membidangi Dialog Lintas Iman, mengungkapkan, kegiatan perjumpaan antar lintas iman sangat dibutuhkan saat ini.

Toleransi tidak lagi sekadar membiarkan orang lain menjalankan beribadah, melainkan memberikan dukungan sekaligus menjaganya. 

“Bukan penting, tapi sangat penting. Jadi, toleransi yang dilakukan anak-anak TK-SD Buddha dengan membagikan takjil kepada umat Islam yang berpuasa disebut toleransi aktif, bukan lagi sekadar toleransi pasif,” kata Alif saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/3/2023).

Kegiatan seperti ini baiknya terus dikembangkan. Semisal pihak sekolah membuat agenda kunjungan dari satu tempat ibadah ke tempat ibadah lainnya.

Pihak guru mendampingi sekaligus memberikan pemahaman yang menyeluruh terkait indahnya keberagaman, toleransi, dan kemanusiaan. 

“Situasi saat ini, anak-anak kita jarang mendapatkan akses, kesempatan untuk bisa melakukan perjumpaan dengan kelompok beragam. Karena lembaga pendidikan sekarang lebih banyak dari komunitasnya sendiri, jadi jarang ada momen berharga seperti saat ini,” tutur dia. 

Alif kembali memberikan penegasan, yang sangat dibutuhkan saat ini adalah toleransi aktif, sehingga kata toleransi tidak sekadar dalam paham, tapi membumi dan dilakukan sedini mungkin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com