Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Silaturasep Sajagat, Ribuan Asep Berkumpul di Garut pada Juli 2023

Kompas.com, 21 Juni 2023, 11:56 WIB
Ari Maulana Karang,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com– Ribuan orang bernama Asep dari berbagai daerah di Indonesia, akan berkumpul dalam acara silaturahmi berjudul Silaturasep Sajagat di Garut, Jawa Barat.

Acara ini digagas oleh Paguyuban Asep Dunia. Selama dua hari, tepatnya mulai 1 Juli hingga 16 Juli 2023, berbagai acara digelar mulai dari pagelaran budaya sunda, tabligh akbar, santunan yatim piatu, donor darah, jalan santai hingga bazaar UMKM yang diisi oleh para Asep.

Wakil Presiden Paguyuban Asep Dunia, Asep Jaelani mengungkapkan, dari data dihimpun paguyubannya, di Jawa Barat saja tercatat ada 76.128 orang yang punya nama sama dengannya.

Baca juga: Silaturahmi Akbar Paguyuban Asep Dunia di Garut, Target Peserta 5.000 Asep

Dari jumlah tersebut, di Garut saja hampir bisa dipastikan ada 5.000 orang Bernama Asep akan meramaikan acara Silaturasep.

Nama Asep sendiri, menjadi fenomena tersendiri mengingat jumlah orang menggunakana nama itu saat ini jumlahnya diyakini mencapai 7 juta orang se-dunia.

Meski nama itu banyak dipakai oleh orang Sunda, tapi keberadaan orang-orang yang bernama Asep sudah menyebar ke seluruh dunia.

“Yang tinggal di Sarajevo, Bosnia juga ada, jadi bukan hanya di Indonesia saja,” katanya.

Baca juga: Lupa Nama Aslinya, Pria Ini Diberi Nama Asep

Asep Jaelani menambahkan, nama Asep juga tidak selamanya jadi nama yang didominasi kaum pria.

Dari pendataannya, ada juga perempuan bernama Asep yang bukan berdarah sunda dan tinggal di Banjarnegara Jawa Tengah.

“Jadi sudah tidak jadi domain orang Sunda juga ternyata, ada orang Jawa Tengah yang Namanya pakai Asep, perempuan lagi,” katanya.

Ditanya soal alasan mengapa nama Asep begitu banyak digunakan, menurut Asep Jaelani, di tatar sunda, orangtua meyakini nama anak adalah doa.

Nama Asep sendiri, diambil dari kata kasep dalam Bahasa Sunda yang artinya ganteng. Orangtua yang menamakan anaknya Asep, mendoakan anaknya agar baik, ganteng.

“Sama seperti halnya Eulis untuk perempuan Sunda, asalnya dari kata Geulis yang artinya cantik,” katanya.

Baca juga: 10 Calon TKI Ilegal Gagal Diberangkatkan, 3 Orang Ditangkap di Garut

Ditemui terpisah, Deri Hudaya, pegiat literasi budaya yang juga Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Garut mengungkapkan, dahulu nama Asep hanya digunakan untuk kalangan tertentu, tidak bisa disematkan pada anak-anak dari kalangan masyarakat biasa.

“Sama seperti panggilan Cep, Asep, ini nama panggilan yang diberikan pada anak-anak dari orang yang memiliki strata sosial yang lebih tinggi,” katanya.

Karena ada strata sosial, menurut Deri, dahulu memang tidak sembarangan orang yang bisa diberi nama Asep atau Cecep.

Namun, seiring dengan lunturnya budaya feodalisme pada masyarakat Sunda, banyak orangtua bisa memberi nama anaknya sebagai doa.

“Berbeda dengan di Jawa Tengah, strata sosial masih mengakar kuat, karena simbol dan literaturnya masih ada dan dijaga, bukti simbolnya dijaga adanya keraton dan tatanan nilai kerajaan yang dijaga dan cukup memiliki pengaruh besar di masyarakat,” katanya.

Baca juga: Kesaksian Asep Saat Elf yang Dinaikinya Terjun ke Jurang di Bandung Barat: Penumpang Sempat Turun dari Mobil

Deri melihat, ada fenomena euphoria di kalangan orangtua pada masa lalu saat strata sosial warisan feodalisme kerajaan yang juga diikuti oleh penjajah Belanda mulai luntur.

Begitu tatanan tersebut luntur, dorongan kuat orangtua yang ingin anaknya lebih baik dari dirinya, kemudian memberi nama anaknya Asep, sebagai doa dari orangtua.

Berbeda dengan Deri, Asep Jaelani melihat, panggilan terhadap seseorang dengan strata sosial yang lebih tinggi, nama panggilan yang digunakan adalah Cep atau Cecep atau Acep.

Sementara, nama Asep sifatnya lebih umum dan bisa digunakan oleh kalangan masyarakat biasa sebagai doa orangtua untuk anaknya.

“Kalau untuk orang yang strata sosialnya lebih tinggi, panggilannya Cep, atau Acep, itu panggilan yang diikuti dengan nama orangnya, misalnya Cep Ari, Cep Yana,” kata Asep Jaelani.

Meski saat ini orang dengan nama Asep jumlahnya begitu banyak, Asep Jaelani mengakui, saat ini trend orangtua, terutama di masyarakat Sunda memberi nama itu kepada anaknya sudah mulai menghilang.

Anak-anak yang lahir di era 2000-an, sudah jarang yang menggunakan nama Asep.

“Mulai tergantikan dengan nama-nama Islami memang saat ini, makanya kita kuatkan lagi,” katanya. Baca juga: Punya Waktu 24 Jam, Kapolres Garut Minta Anggotanya Lembur Periksa Preman

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau