CIREBON, KOMPAS.com – KDN (60) seorang warga lanjut usia asal Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon Jawa Barat, ditetapkan sebagai tersangka pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
KDN menjual korban berinisial JR (47) ke Arab Saudi sebagai pembantu rumah tangga dengan upah Rp 200.000 per bulan.
Kisah pilu ini terungkap dalam gelar perkara yang dilakukan Satgas TPPO Polresta Cirebon, Selasa (27/6/2023) siang.
Baca juga: Diduga Aksi TPPO, 1.281 Permohonan Paspor di Jatim Ditolak, 815 Keberangkatan Ditunda
KDN mengaku, pada 2019 dia mendapat informasi bahwa korban JR ingin bekerja sebagai pekerja migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI).
KDN langsung mendatangi JR dan menawarkan akan memberangkatkan korban ke Arab Saudi.
KDN kemudian menghubungi pria berinisial NYM, orang yang ditengarai berperan sebagai sponsor dan memberangkatkan korban ke luar negeri.
KDN yang berhasil membawa korban kepada NYM mendapatkan fee senilai Rp 1.200.000. Begitupun korban mendapatkan fee senilai Rp 3.000.000 dari NYM.
“Saya disuruh cari orang yang mau kerja ke luar negeri. Setelah dapat, saya kasih orang itu ke PT (milik inisial NYM). Terus saya dikasih uang Rp 1.200.000,” kata KDN saat ditemui Kompas.com sambil berjalan menuju jeruji besi tahanan Polresta Cirebon, Selasa (27/6/2023).
KDN yang sudah memiliki sembilan orang anak dan 15 orang cucu mengungkapkan, dirinya sangat menyesal setelah mengetahui tindakan yang dilakukannya sangat merugikan orang lain. Dia juga tidak menyangka akan mendapatkan hukuman kurungan penjara bertahun-tahun.
“Menyesal pak, sangat, sangat menyesal. Malu sama anak, anak saya sembilan, cucu saya 15. Menyesal pak,” ungkap KDN.
Kasat Reskrim Polresta Cirebon, Kompol Anton, menerangkan, KDN melakukan tindak kejahatanya pada tahun 2019. Dia berhasil mempertemukan dan lalu memberangkatkan korban, JR (47) ke Arab Saudi pada September 2019.
KDN kerjasama dengan SLM dan juga NYM hingga berhasil memberangkatkan JR sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi. Setelah di Saudi Arabia, ketiganya lepas tangan terhadap nasib korban.
“Korban dipekerjakan sebagai pembantu yang berpindah-pindah majikan, gaji yang didapat tidak sesuai perjanjian, korban juga tidak diberikan waktu istirahat,” jelas Anton kepada Kompas.com.
Anton bahkan menerangkan, korban dibayar dengan nilai rupiah yang sangat tidak manusiawi. Selama empat tahun bekerja sebagai pembantu, tahun 2019 hingga tahun 2022, korban hanya digaji Rp10.000.000, atau sekitar Rp.200.800 perbulan.
“Selama korban bekerja di Timur Tengah (Saudi Arabia), korban hanya mendapatkan gaji sebesar Rp10.000.000 dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2022,” ungkap Anton.
Baca juga: 6 Warga Jatim Jadi Korban TPPO di Myanmar, Khofifah Ingatkan Kades dan Lurah
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.