Dalam program literasi ini, kata Dian, siswa yang sudah pandai membaca diwajibkan ikut kegiatan pembiasaan membaca 15 menit.
Namun, bagi siswa yang belum bisa membaca serta menulis, diwajibkan ikut pelajaran tambahan membaca dan menulis. Satu guru membimbing dua orang yang belum bisa membaca dan menulis.
"Saya harap dengan program literasi sekolah yang akan dilaksanakan ini, siswa-siswi bisa lancar membaca dan menulis. Karena, itu kan keterampilan dasar, modal mereka belajar lebih banyak lagi," ungkapnya.
Dian mengaku bingung bagaimana puluhan siswa itu bisa sampai tidak bisa membaca. Ia mempertanyakan bagaimana mereka waktu bersekolah di tingkat SD.
"Kalau kurang guru kayaknya enggak. Saya juga enggak tahu itu bagaimana waktu sekolah di SD-nya,” ujarnya.
Dian mengatakan, untuk para siswa baru, ketika masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) SMP, mereka membuat tes yang intinya untuk melihat apakah anak itu bisa menulis atau membaca.
“Nah, hasilnya ya begitu (tidak bisa membaca dan menulis). Kami juga enggak tahu di SD-nya itu seperti apa. Kami menerima sudah seperti itu," ujarnya.
Dian mengatakan, dulu, untuk masuk sekolah ke jenjang berikutnya dilihat dari NEM.
"Tapi, kalau sekarang secara zonasi bisa diterima, secara kuota sekolah juga memadai, yang akhirnya kan harus kami terima anak tersebut untuk bersekolah,” ujarnya.
Diketahui 29 siswa tersebut sebagian besar pelajar laki-laki. 11 siswa adalah kelas VII, 16 siswa dari kelas VIII dan dua siswa dari kelas IX.
Dian mengatakan, salah satu penyebab para siswa itu belum bisa membaca karena proses belajar-mengajar di bangku sekolah dasar tidak efektif saat pandemi Covid-19.
Penyebab lainnya, kata Dian, kondisi orangtua yang mungkin terlalu sibuk dengan aktivitasnya sehingga akhirnya tidak ada stimulus dan bimbingan belajar dari orangtua.
"Saya juga merasa sedih, kasihan. Khawatir mereka minder di kelas. Makanya, saya biasanya memberi tanda pada buku nilai," ujar Dian.
Dia menduga, hal serupa terjadi tidak hanya di sekolah tempatnya mengajar.
"Kayaknya (di SMP lain di Pangandaran) sama saja. Malah saat saya lihat komentar di salah satu pegiat pendidikan di Instagram, banyak yang mengeluhkan," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Minder Karena Ketahuan Tidak Bisa Baca, Siswa SMP Negeri di Pangandaran Ini Putuskan Keluar Sekolah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.