BANDUNG, KOMPAS.com - Perempuan asal Bandung, Ratu Agi, membagikan kisahnya lepas dari persoalan kesehatan mental yang selama ini membelenggunya.
Penulis buku "Psikotomatis: Catatan Belajar Merangkul Diri menjadi Sadar dan Berpendar" ini menceritakan sejumlah gangguan mental dalam hidupnya baik yang diterimanya dari lingkungan keluarga hingga percintaannya.
"Saat kecil, aku merindukan sosok ayah. Secara fisik, ayahku ada. Tapi ketika di rumah, enggak ngobrol, enggak ngajak main," kenang Agi dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (21/11/2023).
Baca juga: Bawaslu Yogyakarta Lakukan Skrining Kesehatan Mental, Panwascam Diharap Netral Saat Dapat Tekanan
Hal ini menjadi salah satu penyebab dirinya memiliki ketergantungan yang kuat terhadap orang lain. Salah satunya terhadap kekasihnya dulu yang kini menjadi suaminya.
"Dulu saat putus dengan mantan, yang sekarang menjadi suami, aku tuh merasa depresi banget, sampai-sampai sakit dan harus dirawat. Orang lain kok kayaknya putus cinta tuh biasa saja," ujarnya.
Berbagai gangguan mental lainnya terus dirasakan Agi sehingga dirinya memutuskan untuk menemui berbagai pakar kesehatan mental serta mengikuti sejumlah pelatihan dari para profesional.
Baca juga: UGM Akan Bentuk Satgas Kesehatan Mental
Setidaknya ia menemui lebih dari 10 pakar kesehatan mental selama empat tahun dengan cara yang berbeda-beda.
"Saat itu aku menemui sejumlah pakar holistik. Akhirnya tahu bahwa untuk menyelesaikan persoalan itu enggak perlu menemui orangnya. Cukup dari diri kita sendiri," jelasnya.
Sebagai contoh, Agi mengungkapkan pentingnya mengekspresikan diri ketika berhadapan dengan persoalan mental.
Bahkan, hal ini sangat penting untuk kembali menetralkan diri agar mampu lepas dari gangguan mental tersebut.
"Pentingnya menyelamatkan diri sendiri. Kalau mau nangis, nangislah. Kalau mau marah, marahlah. Tapi harus diungkapkan secara konstruktif," katanya secara menilai pentingnya mengekspresikan diri tersebut ke dalam media yang tepat.
"Kalau mau marah, marahlah, ucapkan kata-kata kotor, tapi lewat tulisan di kertas. Setelah itu akan netral. Memang akan tetap ingat, tapi perasaan aku jadi lebih baik," imbuh dia.
Melalui 'self healing' inipun Agi berhasil mengeluarkan berbagai trauma yang pernah dialaminya. Caranya justru dengan mengingat-ingat kembali persoalan hidup yang dirasakannya itu.
"Lewat self healing ini aku mengeluarkan trauma yang ada, supaya lebih hidup dan banyak cinta. Enggak banyak dendam, enggak marah-marah," tutur dia.
Semua pengalamannya ini ia tuangkan dalam bukunya tersebut. Ia ingin mengajak pembaca agar menjadikan lingkungan yang ada sebagai sistem yang baik untuk menjaga kesehatan mental.
"Jadi semua itu kembali pada diri sendiri, bukan menyalahkan ke lingkungan kita. Lingkungan kita enggak buruk. Bahkan orangtua yang galak pun enggak punya niat buruk. Semua punya kebutuhan diri sendiri. Jadi kita yang baper akan kebutuhan orang lain. Padahal yang tahu kebutuhan kita ya diri kita sendiri," katanya seraya menyebut obat yang paling ampuh adalah harus bisa menerima keadaan apapun kondisinya.
Dalam buku ini, Agi pun mengungkapkan renungan yang lebih mendalam tentang keluarga, lingkungan, hingga pasangan.
"Di buku ini dituliskan bagaimana hubungan-hubungan itu membentuk pribadi aku hari ini. Semuanya itu merupakan hal yang positif jika kita berhasil berdamai dengan diri sendiri," katanya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.