Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Calung, Alat Musik Tradisional Sunda Penghibur Hati yang Bingung

Kompas.com, 27 November 2023, 18:32 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Calung adalah alat musik tradisional khas Sunda yang terbuat dari bahan bambu.

Banyak orang menyebut bahwa calung sekilas mirip dengan angklung. Walau sama-sama merupakan alat musik tradisional Sunda, tentu saja keduanya berbeda.

Baca juga: Mengenal Garantung, Alat Musik Tradisional Sumatera Utara

Alat musik calung termasuk jenis alat musik melodis yang dimainkan dengan cara dipukul.

Alat musik tradisional ini menghasilkan nada pentatonik yang kerap digunakan sebagai iringan seni pertunjukan khas Sunda.

Baca juga: 10 Alat Musik Tradisional di Aceh, dari Arbab hingga Serune Kalee

Asal-usul Calung

Dilansir dari laman bandung.go.id, istilah calung berasal dari kata dalam bahasa Sunda yaitu ‘ca’ dari kata ‘maca’ yang berarti baca, dan ‘lung’ dari kata ‘linglung’ yang berarti bingung.

Hal ini terkait sejarah pertunjukkan calung di masa lampau yang seringkali disajikan sebagai alat musik tunggal dan biasa dimainkan di tempat-tempat sepi oleh orang-orang yang sedang menunggu padi di ladang ataupun sawah.

Bagi orang yang memainkannya, sara calung menjadi musik pelipur lara atau pelipur hati yang sedang bingung (haté nu keur liwung).

Baca juga: 10 Alat Musik Tradisional Asal Jawa Barat, Salah Satunya Calung

Jenis-jenis Calung

Alat musik calung memiliki tiga jenis variasi yaitu calung rantay, calung gambang, dan calung jinjing.

Calung rantay adalah jenis calung yang terdiri dari bilah-bilah bambu sebanyak 10 batang.

Batang-batang bambu pada calung rantay dipasang dengan cara dideretkan dengan mempergunakan ikatan-ikatan tali.

Calung gambang hampir serupa dengan calung rantay karena terdiri dari bilah-bilah bambu sebanyak 10 batang.

Bedanya, batang-batang bambu pada calung gambang ditempatkan pada ancak atau dudukan khusus dari bambu atau kayu seperti alat musik gambang.

Terakhir adalah calung jinjing yang merupakan bentuk perkembangan dari calung rantay dan calung gambang.

Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, Wahidin Halim-Andika Hazrumy memainkan alat musik tradisional Calung Renteng di acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-21 Provinsi Banten. TRIBUNBANTEN/AHMADTAJUDIN Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, Wahidin Halim-Andika Hazrumy memainkan alat musik tradisional Calung Renteng di acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-21 Provinsi Banten.

Calung Jingjing ini diketahui dikembangkan secara kreatif oleh Ekik Barkah, Parmas dkk, yang merupakan aktivis Departemen Kesenian UNPAD Bandung, tahun 1960.

Setiap rumpung atau rangkaian bilah-bilah bambu pada calung jingjing ditempatkan dengan digantung tanpa mempergunakan ancak.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau