"Jadi sempat di BAP dulu di Denpasar. Terus langsung dianter oleh petugas BP2MI sampai rumah," ungkapnya.
Baca juga: Korban TPPO asal Sumbawa Diperkosa Majikan di Malaysia, Polisi Tetapkan Sponsor Jadi Tersangka
Yani mengatakan ini bukan pertama kalinya ia berangkat bekerja di luar negeri.
Saat ini, keinginan Yani untuk menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) harus tertunda.
"Trauma sih gimana ya, pasti ada. Cuma karena memang saya pergi ke sana bukan pertama kali. Kalau rencana pergi belum ada. Soalnya paspor masih ditahan. Jadi bersyukur sekarang keburu ketahuan. Kalau ketahuannya saya saat di sana, duh enggak tahu deh nasib saya," paparnya.
Sebelumnya, Yani mengatakan pernah bekerja di luar negeri empat kali di berbagai negara. Namun, perjalanan sebelumnya ia tempuh dengan jalur legal.
"Saya pertama ke Jeddah dua tahun, Afwa dua tahun, di Oman dua tahun lebih, terus di Riyadh paling lama lima tahun enam bulan. Yang terakhir kelima keburu digagalkan, karena ternyata ilegal," kata dia.
Selain faktor ekonomi, alasan Yani tetap bersikukuh pergi ke Qatar lantaran sudah memiliki pengalaman.
Hal itu juga yang membuatnya tidak melakukan kroscek terlebih dahulu terkait agen pemberangkatan.
"Ya percaya karena saya juga bukan pertama kali. Udah empat kali, sama yang digagalkan kemarin yang ke lima kali. Jadi saya percaya aja. Saya udah pegang paspor sendiri. Jadi lima kali itu agen yang beda," tuturnya.
Baca juga: Kapolri: Penuntasan Perkara TPPO Naik 339 Persen dari 2022
"Saya enggak cek, soalnya yang saya kenalnya sponsor dalam. Cuma dikasih tahu katanya ada penjemputan dari agen. Kalau yang ke Riyadh resmi. Kalau yang ini enggak resmi. Jadi sisanya semua resmi," sambungnya.
Yani mengungkapkan ada perbedaan antara pemberangkatan legal dan tidak, salah satunya soal pelatihan.
Ia mengatakan, untuk pemberangkatan terakhir tidak ada pelatihan, berbeda dengan perjalanan sebelumnya.
"Enggak ada pelatihan. Kalau dulu mah ada pelatihan," bebernya.
Selain itu, perbedaan syarat pun, kata dia, menjadi hal yang mencolok.
Baca juga: Minta Semua Pihak Serius Perangi TPPO, Wapres: Korban Harus Bebas dari Belenggu Sindikat
"Ya jauh berbeda. Surat-suratnya enggak komplit, cuma diminta paspor doang. Kalau sebelumnya ada surat izin orang tua, atau izin suami. Kalau ini mah enggak," ungkap dia.
Kendati, begitu ia mengatakan tidak ada perbedaan soal pemberangkatan.
"Justru itu enggak ada yang beda. Enggak ada syarat khusus, cuma diminta paspor doang," kata Yani.
Yani berharap tidak ada lagi warga yang menjadi korban TPPO.
"Pesan buat teman-teman yang akan berangkat. Ya sekarang mah harus teliti aja, apa persyatannya. Jangan sampai tergiur sama uang Fit yang gede, yang diiming-imingi. Jangan sampai ada korban lagi seperti saya," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.