Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta soal Dugaan Politik Uang yang Libatkan ASN di Cianjur

Kompas.com, 15 Februari 2024, 10:29 WIB
Firman Taufiqurrahman,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

CIANJUR, KOMPAS.com – Seorang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terjaring operasi tangkap tangan (OTT) politik uang di masa tenang pemilu 2024.

Oknum ASN tersebut diamankan Satgas Money Politic Bareskrim Polri berikut barang bukti puluhan amplop berisi uang, daftar nama pemilih, dan spesimen atau contoh surat suara caleg.

Baca juga: Kronologi ASN Cianjur Terjaring OTT Politik Uang di Pemilu 2024

Kasus pelanggaran netralitas ASN dan pidana pemilu ini tengah ditangani Bawaslu Cianjur bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) setempat.

Berikut fakta lengkapnya:

  • Sita barang bukti uang

Komisioner Bawaslu Cianjur Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Yana SopyanKOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Komisioner Bawaslu Cianjur Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Yana Sopyan
Anggota Bawaslu Cianjur Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi, Yana Sopyan mengungkapkan, oknum ASN yang diduga terlibat politik uang ini bertugas di lingkungan kantor Kecamatan Karangtengah.

“Jabatannya sebagai Kasie Kesra, dan yang bersangkutan ini sebagai relawan yang ditugaskan untuk pemenangan salah satu caleg,” kata Yana, Rabu (14/2/2024) petang.

Disebutkan, dari tangan pelaku disita 29 amplop putih berisi uang Rp 30.000 yang sedianya akan dibagikan kepada warga di lingkungan sekitarnya.

“Pengakuan yang bersangkutan, itu atas inisiatif sendiri dan uangnya milik pribadi,” ujar dia.

Kendati begitu, Yana tengah melakukan pengembangan dan pendalaman kasus ini guna memastikan fakta-fakta hukumnya.

“Terlebih, juga ditemukan dua amplop lain yang sudah dibuka serta daftar nama calon pemilih potensial,” kata Yana.

  • Terancam pidana dan diskualifikasi

Yana mengungkapkan, oknum ASN maupun caleg yang spesimen surat suaranya turut diamankan di lokasi OTT terancam sanksi denda dan pidana.

Selain itu, caleg bersangkutan juga dapat didiskualifikasi apabila terpilih di Pemilu 2024.

“Sanksinya ancaman pidana empat tahun dan denda sebesar Rp 58 juta berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada,” ujar dia.

Yana mengemukakan, sanksi tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 523 ayat 2.

“Bila telah memenuhi lima syarat formil dan materil maka akan naik ke tahap penyidikan bersama gakkumdu,” ucap dia.

  • Tenggat 14 hari pemeriksaan

Lebih lanjut dikemukakan Yana, sejauh ini baru memeriksa terduga pelaku dan menyita sejumlah barang bukti yang turut diamankan dalam OTT tersebut.

“Dalam waktu dekat kita akan memanggil sejumlah saksi, termasuk peserta pemilu atau caleg bersangkutan dan saksi-saksi lainnya,” kata Yana.

Disebutkan, progres pemeriksaan sementara dugaan pidana pemilu ini belum ada temuan baru.

“Kita masih pendalaman atas informasi, keterangan, barang bukti, dan fakta-fakta hukum yang ada,” ujar dia.

“Apabila kemudian selama 14 hari ke depan ini hasil pemeriksaannya memenuhi unsur adanya pelanggaran pidana pemilu, maka ancaman sanksinya ya sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan-undangan tersebut,” ungkap Yana.

  • Bupati dan KPU Cianjur angkat suara

Bupati Cianjur Herman Suherman menyatakan prihatin atas kejadian OTT yang menimpa seorang ASN atas dugaan politik uang Pemilu 2024.KOMPAS.com/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Bupati Cianjur Herman Suherman menyatakan prihatin atas kejadian OTT yang menimpa seorang ASN atas dugaan politik uang Pemilu 2024.
Bupati Cianjur Herman Suherman mengaku prihatin ada anak buahnya yang ditangkap terkait dugaan politik uang.

Baca juga: Anak Buah Terlibat Politik Uang, Bupati Cianjur Mengaku Prihatin

Herman menegaskan, jauh-jauh hari telah mengedarkan surat ke seluruh jajarannya perihal netralitas ASN di pemilu tahun ini.

“Saya sangat prihatin. Padahal saya sudah mengeluarkan surat edaran untuk para ASN ini. Taati, laksanakan,” kata Herman, Selasa (13/2/2024).

Herman menegaskan, kejadian itu bukan di lingkungan kantor, namun di rumah sehingga tidak mau mengomentari kaitan ancaman sanksi terhadap oknum ASN tersebut

“Itu informasinya di rumah, itu kan bisa saja, apa namanya. Tapi, nanti kita serahkan lah ke penyidik, kita kan praduga tak bersalah. Bukan di kantor, bukan di mana-mana, ini di rumah,” ujar Herman.

Terpisah, Ketua KPU Cianjur Moch. Ridwan menyayangkan kejadian tersebut, karena telah menciderai nilai demokrasi.

Ridwan menyerahkan sepenuhnya penanganan pelanggaran pidana pemilu itu kepada Bawaslu selaku pihak yang berwenang.

"Sangat menyayangkan ya. Praktik politik uang tentunya tidak boleh, sangat dilarang," kata Ridwan, Selasa (13/2/2024).

Ridwan berharap, kejadian ini yang pertama dan terakhir supaya proses demokratisasi berjalan sesuai harapan di Pemilu 2024.

Baca juga: ASN Ditangkap Terlibat Politik Uang, KPU Cianjur: Pemilih Sudah Cerdas

"Lagipula masyarakat sekarang sudah lebih cerdas dalam menyalurkan hak politiknya," ujar Ridwan.

  • Pelanggaran netralitas ASN tinggi

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lolly Suhenti saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan dan Persiapan Pengawasan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Serta Penetapan Daftar Calon Tetap Dalam Pemilu yang digelar di Hotel Aston, Denpasar, Bali, Selasa-Kamis (26-28/9/2023).Dok. Bawaslu RI Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lolly Suhenti saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan dan Persiapan Pengawasan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Serta Penetapan Daftar Calon Tetap Dalam Pemilu yang digelar di Hotel Aston, Denpasar, Bali, Selasa-Kamis (26-28/9/2023).
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Lolly Suhenti turut menyoroti kasus ini saat meninjau pelaksanaan pungut hitung Pemilu 2024 di Cianjur.

Menurut Lolly, pelanggaran netralitas ASN merupakan salah satu pelanggaran pemilu yang paling menonjol.

“Dari 1.200 lebih penanganan pelanggaran yang ada di bawaslu, pelanggaran netralitas ASN itu menjadi kedua yang terbesar setelah pelanggaran etik penyelenggara pemilu,” kata Lolly, Rabu (14/2/2024) petang.

Baca juga: Bawaslu: Pelanggaran Netralitas ASN Kedua Terbesar Setelah Etik

Saat ditanya indikasi pelanggaran pemilu yang melibatkan aparatur pemerintahan ini terjadi atau dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif, Lolly tidak bisa memastikannya karena perlu kajian mendalam.

Kendati demikian, dia berpendapat, pelanggaran netralitas ASN ini bisa terjadi semata atas inisiatif sendiri atau karena terkondisikan.

“ASN itu juga kan manusia, person to person, ya, kita tidak tahu. Dalam proses inilah maka Bawaslu selalu melakukan upaya penanganan pelanggaran untuk memastikan itu tadi, bahwa kita mau melihat siapa, ada apa, dan bagaimana."

“Itu kan bagian yang memang harus ditempuh Bawaslu untuk menentukan sebuah perkara ini memenuhi pelanggaran atau tidak,” ungkap Lolly.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau