Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Anak-anak Muda dengan Mental Disabilitas Memupuk Impian

Kompas.com, 1 Mei 2024, 08:25 WIB
Reni Susanti

Editor


BANDUNG, KOMPAS.com - Vania (24) dan Darrian (24) tersenyum. Dengan semangat mereka menceritakan pengalaman magangnya di perusahaan perlengkapan outdoor terkemuka di Indonesia.

Vania bertugas di bagian pendataan surat. Ia akan menyerahkan surat-surat yang masuk kepada orang yang dituju.

Sedangkan Darrian Edmund Christopher Tunasaputra bertugas di bagian gudang. Ia akan mengecek barang masuk dan keluar.

Baca juga: Belasan Pelaku UMKM Disabilitas Buka Sentra Kuliner di Lembang

Sebagai orang dengan mental disabilitas, apa yang dilakukan Vania dan Darrian tidaklah mudah.

Mereka memerlukan waktu yang panjang dan usaha keras untuk bisa seperti sekarang, magang di perusahaan terkemuka dan bersosialisasi dengan orang sekitar.

Sebab orang dengan mental disabilitas memiliki sejumlah keterbatasan seperti short memory, sulit fokus, sensitif terhadap suara, tidak mudah untuk eye contact dan berkomunikasi serta lainnya.

"Perlu berbulan-bulan untuk mempersiapkan mereka siap kerja," ujar Head of House of Hope, Noel Sinaga kepada Kompas.com, belum lama ini.

Baca juga: Hak Penyandang Disabilitas Belum Terpenuhi dalam Rekrutmen PPPK Gorontalo

Noel masih mengingat bagaimana perjuangan Vania dan Darrian. Mereka datang ke House of Hope beberapa bulan lalu untuk belajar.

Mereka mengikuti tahapan demi tahapan pendidikan gratis ini. Mulai dari asesmen psikologi individu hingga orangtua.

Setelah lolos, mereka melewati tahap percobaan 3 bulan. Setelah itu masuk ke persiapan dan penilaian kerja.

"Kurang lebih 6-9 bulan selesai di stage 2. Pekerjaannya macam-macam ada melipat box, menempelkan double tape untuk melatih motorik halusnya, dan pekerjaan lainnya," ucap Noel.

Di sini juga mereka belajar public speaking, art therapy, hingga bersosialisasi dengan orang lain. Untuk setiap pekerjaan yang masuk, mereka akan mendapat honor.

Seperti gambar yang dihasilkan, akan dijual dengan sistem putus. Biasanya gambar-gambar ini dibeli untuk dijadikan souvenir berbentuk kaus, tumbler, hingga totebag.

Setelah dinilai bisa bekerja, mereka akan magang di perusahaan yang sudah bekerjasama dengan House of Hope. Hal itu penting karena SDM di perusahaan tersebut harus siap dengan anak-anak muda ini.

"Lingkungan juga harus mendukung. Untuk Jane dan Darrian magangnya di Eiger (kantor pusat)," ungkap Noel.

Untuk awal-awal, Vania dan Darrian kerja didampingi tim House of Hope. Durasi kerja pun dibatasi hanya setengah hari. Namun setelah beberapa bulan, mereka tidak didampingi dan kini sudah full time kerja.

Tantangan Berat

Beberapa orang sedang melukis. Art therapy menjadi salah satu kegiatan di House of Hope.Dok HOUSE OF HOPE Beberapa orang sedang melukis. Art therapy menjadi salah satu kegiatan di House of Hope.

Noel menceritakan, ada 9 orang yang kini ditangani House of Hope, termasuk Vania dan Darrian. 9 orang ini memiliki latar belakang yang berbeda.

"Ada yang down syndrome, autis, tunagrahita, serta gangguan mental akibat di-bully," ungkap dia.

Korban bully ini, sambung Noel, dua tahun tidak mau bicara, sehingga didampingi psikolog. Di House of Hope pun ia introvert, tidak mau bicara,

Setelah beberapa bulan, tim menggali potensinya, rupanya ia bisa melukis. Kini pemuda tersebut mau mengobrol dan bertanya.

Yesiyani Putri Keli Aplunggi, Head of Activity Program House of Hope mengatakan, penanganan setiap anak berbeda. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri.

Misalnya Vania, kalau lagi marah, dia akan diam, tidak akan mengerjakan apapun. Tim mengetahui cara meredakan kemarahan Vania.

Yesiyani mengingatkan dalam prosesnya, tidak bisa berekspektasi sama anak-anak muda ini. Karena orang dengan mental disabilitas mudah lupa karena memiliki short memory.

Misalnya sebelum libur Lebaran, mereka sudah bisa menempel lem (membuat box), begitu selesai libur lupa lagi.

Karena itu, semua individu berkebutuhan khusus tidak boleh berhenti berkegiatan fungsional di rumah. Secara tidak langsung itu akan membantu motorik halus dan kasar.

Memupuk Impian

Apakah mereka memiliki impian? Ya. Seperti Nana ingin menjadi seorang penulis dan ia suka menonton drama korea.

Untuk memupuk impiannya, Nana belajar bahasa Korea. Hingga ia menghasilkan satu skrip drama.

"Tidak ada yang mustahil, kami memberikan harapan untuk mimpi-mimpi mereka," ungkap dia.

Begitupun Darrian yang sudah berhasil magang di perusahaan. Ia ingin menjadi pengusaha sukses.

"Aku mau jadi pengusaha yang sukses yang tidak bergantung pada orang lain dan keluarga. Aku ingin membanggakan orangtua dan masyarakat yang lain," kata Darrian.

Lantas bagaimana bagi orangtua yang ingin memasukkan anaknya ke House of Hope? Lembaga ini tidak menutup diri bagi siapapun. Bisa mendaftar dan mengikuti beberapa tahapan asesmen.

Namun karena anak harus diantar setiap hari, sampai saat ini rata-rata orang Bandung. Karena semua pembelajarn gratis, maka yang dicari adalah orang yang membutuhkan.

Seperti 9 orang yang sedang dibina House of Hope, rata-rata orangtua mereka single parent yang membutuhkan bantuan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau