Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sungai Citarum Tercemar Amoxicilin dan Paracetamol, Bey Machmudin: Kami Cek Dulu

Kompas.com, 13 Juli 2024, 17:55 WIB
Muhamad Syahrial

Editor

KOMPAS.com - Pj Gubernur Jawa Barat (Jabar), Bey Machmudin mengatakan, pihaknya telah mengerahkan tim untuk menyelidiki asal pencemaran paracetamol dan amoxicilin di Sungai Citarum.

"Kami masih teliti lagi bersama Satgas Citarum Harum, BBWS, dan DLH, untuk mengecek lagi dari mana dan di sebelah mana (pencemaran di Sungai Citarum)," kata Bey, Sabtu (13/7/2024), dikutip dari TribunJabar.id.

Bey menambahkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar kini sudah tidak lagi antikritik terhadap kondisi Sungai Citarum.

"Kami terbuka untuk itu. Jangan sampai terjadi lagi seperti itu (pencemaran Sungai Citarum), tapi kami masih cek dulu, memastikan dulu dari mana dan sebagainya," ujar Bey.

Dia pun berjanji akan menindak tegas pihak-pihak yang sengaja mencemari Sungai Citarum.

Baca juga: Kecelakaan di Tol Boyolali Renggut 6 Nyawa, 2 di Antaranya Balita

"(Jika ditemukan pihak yang mencemari) Pasti akan kami tindak," ucap Bey.

Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan adanya kontaminasi bahan aktif obat atau active pharmaceutical ingredients (APIs) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu.

Peneliti Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi, dan Sumber Daya Air BRIN, Rosetyati Retno Utami menyampaikan, penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur konsentrasi bahan aktif obat yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Penelitian ini mempertimbangkan frekuensi penggunaan obat, jumlah obat yang dikonsumsi, serta durasi penyakit yang diderita responden dalam setahun.

“Hasilnya menunjukkan bahwa paracetamol dan amoxicilin menjadi bahan kimia aktif dengan penggunaan terbesar di DAS Citarum Hulu,” papar Rosetyati dalam keterangannya, di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Baca juga: Mengenal Tambang Emas Ilegal yang Longsor di Gorontalo, Ada 9 Titik Bor, Beroperasi Sejak Tahun 1990-an

Menurutnya, salah satu sumber utama pencemaran tersebut adalah kegiatan peternakan yang kerap menggunakan obat-obatan dan hormon untuk meningkatkan hasil ternak.

Selain itu, penggunaan obat-obatan rumah tangga, aktivitas industri, serta sistem pengelolaan limbah obat di rumah sakit yang kurang optimal juga turut menyumbang pencemaran tersebut.

“Penanganan masyarakat setempat terhadap penggunaan bahan aktif obat masih kurang, sehingga meningkatkan risiko pencemaran ekosistem akuatik,” jelasnya.

Risiko bagi manusia

Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati menjelaskan, cemaran bahan aktif paracetamol tidak berdampak signifikan bagi biota perairan dan manusia bila jumlahnya sangat kecil.

Akan tetapi, kontaminasi antibiotik di aliran sungai dalam dosis tinggi perlu mendapat perhatian khusus karena dapat membunuh bakteri baik yang diperlukan lingkungan.

Baca juga: Racik Pil Asam Urat Jadi Obat Keras Palsu, 4 Pemuda di Cianjur Dringkus Polisi

Tak hanya itu, cemaran antibiotik seperti amoxicilin dapat memicu bakteri bermutasi dan resistan terhadap antibiotik.

"Hal ini cukup berbahaya jika bakteri itu adalah bakteri patogen (penyebab penyakit) dan menginfeksi manusia," terangnya.

"Penyakit infeksi menjadi lebih sulit disembuhkan dan memerlukan antibiotik yang lebih kuat dan kadang lebih mahal," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau