BOGOR, KOMPAS.com - Seorang wisatawan bernama Zainal (32) menceritakan kemacetan horor saat libur panjang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Sabtu (14/9/2024) hingga Senin (16/9/2024), di kawasan wisata Puncak Bogor, Jawa Barat.
Warga Jakarta ini sengaja berangkat dari rumahnya sejak Sabtu malam dengan harapan menghindari kemacetan.
Namun harapannya itu tidak sesuai kenyataan. Zainal dan keluarga besarnya tetap terjebak macet panjang.
Baca juga: Wisatawan Meninggal Saat Puncak Bogor Macet Total, Polisi Beberkan Kronologinya
Awalnya, kata dia, perjalanan mereka lancar hingga ke arah Simpang Gadog. Namun lalu lintas seketika tersendat sejak di Tanjakan Selarong, Pasir Angin.
"Saya berangkat ke Puncak jam 10 malam Sabtu (malam Minggu). Itu juga sudah macet dari tanjakan, akhirnya kita lewat alternatif Megamendung tembus Pasar Cisarua. Lepas Pasar Baru lancar.
Tapi setelah itu, macet lagi di TSI sampai di tempat tujuan, vila itu udah jam 2 dini hari," ucap pria asal Jakarta Timur saat diwawancarai Kompas.com, Senin (16/9/2024).
Baca juga: Satu Wisatawan Meninggal Terjebak Macet di Puncak Bogor, Diduga Sesak Napas karena Asma Kambuh
Niat berwisata bersama keluarga akhirnya berubah menjadi wisata macet. Selama itu pula mereka terjebak di dalam vila karena sudah tak bisa keluar untuk jalan-jalan.
Zainal hanya bisa memaklumi kondisi tersebut karena ia juga menyadari banyak orang yang ingin berwisata ke Puncak Bogor.
"Pas sampai vila ya istirahat, nggak keluar lagi karena macet parah. Boro-boro wisata, ada juga wisata macet," ucapnya.
Keesokan harinya atau Minggu pagi, kemacetan justru semakin parah. Saat itu, ia dan keluarganya hendak pulang liburan.
Ternyata, kemacetan belum terurai. Bahkan semakin parah. Penumpukan kendaraan terjadi di semua ruas jalan.
Antrean kembali dirasakan Zainal sejak Minggu pagi itu. Ruas jalan dipenuhi sepeda motor. Zainal pun terjebak macet 17 jam, dari siang hingga Senin dini hari.
"Minggu pagi, dari jam 8 pagi dibuka jalur one way ke atas. Nah, jam 1 one way ke bawah. Jadi kita keluar jam segitu. Ternyata, sudah macet parah sampai ke perkampungan. Akhirnya kita diarahin parkir di rest area deket Citamiyang. Kita sampai jam 9 malam terjebak macet, nggak bergerak," tuturnya.
Tengah malam itu, mereka belum bisa lolos dari kemacetan tersebut.
Menurutnya, kemacetan terjadi karena banyaknya sepeda motor yang melambung atau nekat ke atas ketika rekayasa one way diberlakukan.
Alhasil, prioritas kendaraan yang turun atau one way (satu arah) ke bawah terhalang sehingga tidak ada ruang alias sesak.
Kendaraan yang one way ke bawah bertemu dengan pemotor dari bawah menuju ke atas Puncak. Selain itu, ada pula bus pariwisata yang mogok saat hendak menuju ke atas. Kemacetan pun tak terelakkan.
"One way ke bawah ini terhalang motor yang melambung. Jadi kita stuck di sana, nggak bisa bergerak dan sudah nggak boleh turun. Nah, kita akhirnya baru bergerak dari jalan kecil ke Jalan besar itu jam 12 tengah malam. Itu masih macet parah," ujarnya.
"Nggak bergerak sama sekali. Setengah 1 dini hari baru bisa bergerak, padat merayap. Kendaraan udah bisa melaju pelan-pelan," imbuhnya.
Karena kemacetan itu pula, Zainal dan keluarganya lebih banyak menghabiskan waktu di dalam mobil ketimbang wisata di vila.
Zainal dan keluarganya baru kali ini merasakan kemacetan parah di Puncak Bogor. Ia sempat ditawari untuk lewat jalur alternatif. Namun, situasi arus lalu lintas juga macet parah.
Kemacetan libur panjang kali ini di luar prediksi. Ia bahkan tak sempat mempersiapkan diri menghadapi kemacetan di Puncak Bogor.
Dia menuturkan, biasanya perjalanan dari Puncak Bogor ke Jakarta dapat ditempuh dalam 1 jam lebih. Tetapi kali ini, justru sampai 17 jam lamanya.
"Dampaknya, pertama bahan bakar. Karena kita beberapa kali sempet lumayan lama nyalain mobil, sekitaran 1 jam setengah itu dinyalain karena bawa anak kecil, kan, bawa orangtua. Terus kepanasan. Risiko kalau gak nyalain mesin terus buka kaca, emisi kendaraan lain masuk ke dalam mobil. Kan kita juga takut karena banyak anak kecil. Akhirnya ya dinyalain mobil AC. biar udaranya ada karena mobil tidak bergerak sama sekali," ungkapnya.
"Saran saya sih jangan ke Puncak lagi. Terus untuk masukan ke polisi, mungkin bisa diperketat jam one way naik dan turunnya dan bisa memindahkan kendaraan motor. Polisi juga harusnya bisa berjaga di beberapa titik jalur alternatif," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang