CIREBON, KOMPAS.com - Menjadi pendamping korban kekerasan seksual adalah pekerjaan yang berat.
Selain harus memahami kondisi korban, seorang pendamping juga perlu siap menghadapi risiko seperti ancaman, dimarahi, dan ikut merasakan trauma yang dialami korban.
Pendamping harus kuat agar bisa mendukung korban kekerasan seksual.
Baca juga: Puluhan Anak di Gunungkidul Tercatat Jadi Korban Kekerasan Seksual Sepanjang 2024
Hal itu disampaikan oleh Siti Fatimah, seorang pekerja sosial dari Kementerian Sosial yang bertugas di Dinas Sosial Kota Cirebon, saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya pada Jumat (1/11/2024).
Siti telah menekuni pekerjaan ini sejak 2010, membantu lebih dari 200 korban kekerasan seksual, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Setiap kasus yang ditangani memiliki tantangan berbeda sesuai dengan kondisi korban.
Salah satu kasus yang paling membekas bagi Siti terjadi pada 2011, ketika ia baru setahun bekerja di Dinas Sosial.
Kasus tersebut melibatkan seorang anak berusia tujuh tahun yang menjadi korban kekerasan seksual oleh ayah kandungnya sendiri, hingga mengalami luka serius.
“Saya pertama kali mendengar kasus itu dari atasan di Kementerian. Pamannya melapor bahwa keponakannya menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayahnya sendiri. Saya merasa kaget, sedih, dan marah,” kata Siti mengenang.
Baca juga: 4 Santri di Magelang Jadi Korban Kekerasan Seksual, Salah Satu Korban Disodomi
Siti segera bekerja sama dengan tim P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), yang melibatkan dokter, psikolog, dan tenaga pendukung lainnya.
Ia langsung menuju lokasi untuk menemui paman korban. Berdasarkan keterangan paman korban, korban tinggal bersama ayah dan dua kakaknya, sementara ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga di luar kota.
Setelah kejadian tersebut, korban sering menangis, mengeluh sakit, dan menunjukkan perilaku emosional yang tidak stabil.